HUKUM  

PNPK Bilang Institusi Kepresidenan Dibajak, Andrianto : Perlu Gerakan Masa Lawan Oligarki

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Institusi kepresidenan dibajak perampok uang negara dan oligarki untuk kepentingan pribadi serta kelompoknya. “Perampok uang negara membajak institusi kepresidenan dan institusi negara lainnya, agar mereka dapat menyalahgunakan kewenangan sebagai pejabat negara untuk memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya”, Demikian bunyi pernyataan Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) dalam acara Dialog Pra Konferensi nasional Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) yang di gelar di Jakarta, Rabu (15/12/2021).

Poros yang di inisiasi oleh sejumlah tokoh aktivis nasional antara lain, Marwan Batubara (Indonesia Resources Studies), Haris Rusly Moti (Petisi 28), Adhie Massardi (GIB), Jumhur Hidayat – Ferry Juliantono (Kaukus Masyarakat Sipil untuk Demokrasi dan Keadilan Sosial), Gigih Guntoro (Indonesian Club), Salamuddin Daeng (Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia), Zulkifli S Ekomei, Hatta Taliwang (Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta).

Anthony Budiawan (Political Economy and Policy Studies), Alif Kamal (Partai Rakyat Adil Makmur), Hanafi (Poros Nasional Pemberantasan Korupsi), John Mempi (Doekoen Coffee), Yudha (Forum Bela Negeri), Andrianto (Indonesia Political Actions), Bambang Isti Nugroho (Guntur 49), Wawan (LSM Pelopor), Baharudin Sayidi (Komite Solidaritas Umat Islam Indonesia), Suwitno (Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa), Nur Ridwan (Bina Bangun Bangsa), Ferry Razali (Peduli Bangsa Nusantara), Sumiarto (Barisan Anak Jakarta), Aprudin (Pemuda Penggerak Bina Mandiri), Mulia Astuti (Permindo), dan lain-lain.

Para pejabat di Istana Negara berlagak pilon, bermuka badak, bersikap ora urus, hari ini lidahnya melepas janji, satu detik kemudian sudah diingkarinya. “Namun, mereka sangat mengerti uang,cuan dan kepeng. Bagaimana bisa seluruh kebijakan pemerintah dibuat agar mereka bisa cepat kaya raya. Hampir tidak kebijakan publik yang lepas dari kepentingan oligarki mengeruk cuan,” ungkapnya.

Kata PNPK, begitu presiden membuka mulutnya pertama kali berjanji setelah memenangkan pilpres langsung merancang berbagai mega proyek mercusuar. Mega proyek yang akan menjadi bancakan oligarki. Dimulai dengan megaproyek 35 ribu megawatt listrik. “Itu jelas proyek oligarki batubara sekaligus pemilik pembangkit swasta, penguasa pembangkit sekaligus pengusaha batubara. Mereka menjarah uang Pertamina, menjalankan proyek yang tidak masuk akal, “sawitisasi Pertamina” dengan mengubah minyak sawit menjadi solar, serta “batubaraisasi Pertamina” dengan mengubah batu bara menjadi gas,” ujarnya.

PNPK mengatakan, memaksa pertamina membeli kilang TPPI yang telah dijarah oleh pemiliknya. Mereka merancang proyek infrastruktur ugal-ugalan. BUMN karya diperalat mengambil utang dalam jumlah besar untuk membangun tol, bandara, pelabuhan dan lain sebagainya.

“Semua proyek itu menjadi lahan garapan pejabat kotor yang merangkap jadi pengusaha kotor, melalui proyek yang tidak proper, mark up proyek, hingga proyek berantakan dan menjadi bangunan yang dihuni hantu,” tegasnya.

Datangnya covid 19 benar benar menjadi rejeki nomplok bagi oligarki Indonesia, para penguasa bandit langsung mendapatkan captive market, pasar yang diputuskan oleh pemerintah untuk berdagang alat kesehatan, vaksin, test covid PCR, dan lain sebagainya. “Bisnis yang menghasilkan miliaran dolar yang masuk ke kantong oligarki pengusaha kotor dan pejabat kotor Indonesia,” pungkas pernyataan pers ini.

Di kesempatan yang sama, Andrianto Direktur Indonesian Political Actions (IPA) mengatakan agenda pemberantasan korupsi saat ini sedang di ujung nadir. Banyak Korupsi Besar tidak berlanjut misalnya Korupsi Bansos dimana banyak nama petinggi PDIP yang hilang dari dakwaan.

Andrianto Lantas menyoal soal Korupsi PCR yang terindikasi Rp. 20 Triliun belum ada tanda tanda di sidik KPK karena ini melibatkan 2 menteri utama yaitu Menko Marves Luhut B. Pandjaitan dan MenBUMN Erick Tohir sehingga keberadan Poros ini menjadi penting menjadi gerakan massa.

“Era pandemi ini banyak dugaan korupsi seperti mega korupsi Bansos dimana banyak nama petinggi PDIP yang di sebut-sebut malah hilang dari dakwaan dan terbaru dugaan korupsi Rp. 20 T yang melibatkan super menteri Luhut dan Erik. Poros ini perlu jadi gerakan masa rakyat untuk mengawal pemberantasan korupsi yang melempek hadapi pejabat utama. Oligarki sudah sangat merajalela dan berkuasa di Istana, perlu gerakan masa rakyat lawan oligarki akan membuat ologarki berpikir 1000 kali jika mau membajak kuasa untuk kepentingan diri dan kelompoknya”, pungkas aktivis mahasiswa era 98 ini. (mars/*)