HUKUM  

Relawan Ninja Dukung Edy Mulyadi Diproses Secara Hukum oleh Mabes Polri

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Edy Mulyadi mengeluarkan sejumlah pernyataan kontroversial lewat sebuah video yang viral.

Pernyataan kontroversial yang dilontarkan Edy Mulyadi terkait lokasi ibu kota negara yang baru, yaitu Kalimantan.

Edy Mulyadi menyebut lokasi Ibu Kota Negara (IKN) sebagai tempat jin membuang anak. Dia juga menarasikan IKN merupakan pasar kuntilanak dan genderuwo.

“Bisa memahami gak, ini ada tempat elite punya sendiri yang harganya mahal punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak,” kata Edy.

Sontak saja, pernyataan Edy Mulyadi itu menuai kecaman dari sejumlah kalangan. Bahkan Edy Mulyadi dilaporkan Pemuda Lintas Agama Kalimantan Timur ke Polresta Samarinda.

Menanggapi hal itu Ketua Umum Negeriku Indonesia Jaya (Ninja) C. Suhadi mengatakan apa yang dilakukan oleh Edy Mulyadi menurut saya sudah masuk ke dalam pasal 4 huruf b, angka 1, 2 dan 3 UU Penghapusan Diskriminasi dan Ras.

“Karena jelas kata-katanya itu sudah melecehkan masyarakat Kaltim, padahal menurut UU ini, (pasal 9) kita sesama anak bangsa harus saling menghomati hak-hak warga lain tidak boleh membedakan, harus saling menjaga persatuan dan kesatuan,” katanya kepada awak media di Jakarta Pusat, Rabu (26/1/2022).

Suhadi menjelaskan apa yang dilakukan oleh Edy sudah masuk ke dalam ranah hukum dan saksi pindananya diatur dalam pasal 17 uu No. 40 tahun 2008, dengan ancaman 5 tahun dan denda 500 juta rupiah.

“Sehingga harus segera diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Karena ancaman diatas 4 tahun maka yang bersangkutan langsung dapat ditahan,” ujarnya.

Apalagi, tambah Suhadi, warga di Kalimantan Timur itu reaksinya sudah sangat luar biasa, sehingga rencana Mabes Polri mau mengambil alih kasus ini, itu tepat. Karena kenapa? Saat kejadian Edy Mulyadi berposisi ada di wilayah Wilayah antara Jakarta dan Tanggerang, dan hukum pidana mengenal Tempo dan Locus (tempat kejadian perkara dan waktu kejadian) seperti peristiwa pidananya di luar Kalimantan, jadi yang mempunyai daya jangkau kerja harus Mabes Polri.

“Disamping itu, kalau pemeriksaan dilakukan di Kalimantan Timur, nanti juga akan terjadi persoalan-persoalan hukum lainnya seperti salah tempat dan lain-lain. Kalau bisa pemeriksaan ini bukan hanya pada Edy Mulyadi, tetapi siapa yang ada di belakang kasus ini,” ucapnya.

Menariknya, lanjut Suhadi, dalam UU No. 40 Tahun 2008 dapat menarik pihak korporasi (partai), barangkali, apabila itu ada kepentingan koorporasi maka akan menjadi menarik dalam kajian kasus ini dan itu kapasitasnya Mabes Polri, karena kita sudah capek mendengar berita-berita yang model begini.

“Maksud saya kerjanya agar menyeluruh bukan hanya kepada orang-orang yang melakukan tindakan tetapi dilihat akibat tindakan itu berakibat seperti apa. Terlebih kita melihat saat kejadian di sekelilingnya ada orang-orang di sana, ngapain coba mereka di sana apakah mendukung pernyataan itu atau tidak, kalau mendukung pernyataan itu maksudnya apa?,” ucap Managing Partners Kantor Hukum SES itu.

Suhadi mengungkapkan orang-orang seperti itu perlu diberi pelajaran dan dipertanyakan karena kita tidak mau negara ini berkutat dengan persoalan-persoalan yang sama serta terus terjadi seperti tidak pernah berakhir berkaitan dengan fitnah, mengejek orang yang berperan paham ini tidak boleh terjadi.

“Sehingga menurut saya Edy Mulyadi harus diproses secara hukum walaupun sudah minta maaf, dan maaf kan hanya akan mengurangi hukuman bukan menghapuskan pidana, sehingga dengan demikian tidak ada lagi selain persoalan ini harus segera ditangani,” paparnya.

“Karena jika tidak jadi bahaya loch apalagi tadi saya sempat dengar juga kepala suku yang ada di sana akan mengadakan demo besar-besaran. Kalau ini sampai berlanjut tidak baik untuk bangsa dan negara yang butuh keamanan, ketentraman dan ketenangan,” tegasnya.