DAERAH  

Evaluasi SSH, Komisi III Minta Bakeuda Bikin Tim Sesuaikan Perbup Trenggalek

TRENGGALEK – Komisi III DPRD Trenggalek menindaklanjuti masalah perbedaan tentang standar satuan harga (SSH) yang ada di lapangan dan pada peraturan bupati (Perbup).

Hal itu terjadi setelah banyaknya temuan di lapangan banyaknya pekerjaan yang tidak sesuai dengan rancangan yang terjadi akibat perbedaan harga tersebut.

“Memang dalam hal tindaklanjut permasalahan ini, tahapan APBD memang atas arahan KPK untuk pelaksanaan sirup,” kata Pranoto selaku Ketua Komisi III DPRD Trenggalek usai rapat, Rabu (26/1/2022).

Berdasarkan instruksi KPK perencanaan pembangunan harus di unggah oleh ULP setiap tahunnya pada tanggal 31 Januari. Cuman yang terjadi banyak satuan harga dalam perencanaan dan dalam pelaksanaan sangat terpaut jauh.

Temuan tersebut terjadi pada pelaksanaan APBD 2021, banyak yang ketika ketika satuan harga di tetapkan pada perencanaan akan berubah ketika dibelanjakan dalam pelaksanaan kegiatan.

“Jadi barangnya ada namun harga tidak sesuai karena dalam perencanaan telah di tetapkan namun dipasaran saat pelaksanaan harga naik jauh,” jelas Pranoto.

Pranoto juga melihat jika perbup standar harga tahun 2022 masih memakai standar harga tahun 2021, sehingga standard harga di perbup tidak sesuai dengan SSH.

Menurutnya, rekanan yang mengerjakan sampling PJU pasti menangis atas kejadian itu. Dalam hal ini komisi III meminta asisten daerah harus melakukan evaluasi, mestinya meroket dengan pembangunan dengan kualitas yang baik, tapi jika itu yang terjadi kenyataannya tidak sama.

“Intinya segala permasalahan telah dicatat, namun tentang solusinya apa masih akan dicari,” ucapnya.

Ditambahkan Pranoto, kajian dan revisi Perbup yang telah di sahkan harus dievaluasi kembali. Perpres dalam ssh memang harus menyesuaikan dengan standar harga namun saat ini yang terjadi tidak.

Respon cepat oleh TAPD harus dilakukan, jangan sampai komisi pengawasan menemukan permasalahan itu secara benar, sehingga berdampak pada banyaknya kegiatan yang tidak sesuai standar.

Dalam pengalaman sebelumnya, penyusunan ssh membentuk tim ada tiga analis pengairan binamarga dan bangunan. Inventarisir akan menghasilkan data harga terkumpul dan akan dilakukan perubahan.

“Jadi OPD juga harus aktif yakni dalam melampirkan perubahan harga. Memang dari bidang pembangunan tidak tahu jika OPD pelaksana tidak ada masukan,” terangnya.

Dicontohkan Pranoto, pasir saat itu di harga Rp 285 ribu namun di daerah munjungan sudah mencapai Rp 480 ribu, besi juga seperti itu ukuran 12a diharga Rp 138 ribu dan itu masih pesan, sedangkan besi ukuran 11,6 diharga Rp 130 ribu.

Namun dalam Perbup masih diharga Rp 98 ribu bahkan masih potong pajak. Sehingga agak wajar ketika pekerjaan kurang sesuai. Evaluasi itu harus dilakukan, jika untuk membentuk tim evaluasi tidak ada anggaran komisi III siap mengawal penambahan pada PAK.

“Tahapan penyusunan ssh yang dikomandani oleh Bakeuda harus benar-benar dievaluasi dan dilaksanakan,” pintanya. (Rudi)