HUKUM  

GPMT Bersama LBH Pers Ingatkan KPK Fokus Tangani Korupsi

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Adi Utomo SH selaku Ketua Gerakan Pemberantasan Mafia Tanah (GPMT) dan juga Pengurus LBH Indonesia berorasi di depan gedung Merah Putih KPK Jakarta mengingatkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar fokus menangani korupsi yang ada di Indonesia.

Dikatakannya, kehadiran kami disini meminta kepada Ketua KPK agar segera turun ke Kabupaten Blitar untuk mengusut kasus dan dugaan korupsi yang telah dilakukan Bupati Blitar.

“Untuk itu kami disini akan menyerahkan berkas atas dugaan kasus korupsi yang modusnya redistribusi tanah, yang mana redis itu gratis,” ucapnya.

Menurutnya, Sertifikat tersebut yang seharusnya menggunakan dana APBD, tapi dilapangan seseorang menggerakkan oknum-oknum mafia tanah yaitu terjadinya jual beli kepada warga masyarakat dimana mereka bukan masyarakat penggarap. Artinya, anggaran APBD itu kemana?.

Inilah tugas KPK untuk mengusut. Kehadiran kami disini dengan tegas meminta Ketua KPK agar segera mengusut tuntas tindakan merugikan yang telah dilakukan oleh Bupati Blitar dan oknum-oknum BPN di Kabupaten Blitar.

Senada dengan Ketua GPMT, Lemen Kodongan SH selaku Direktur LBH Pers Indonesia mengungkapkan Kedatangan kami ke KPK, pertama-tama ingin berorasi dan menyerahkan berkas kepada KPK, dalam orasinya di depan gedung KPK Jakarta, Senin (5/9/2022).

Lebih lanjut diungkapkannya, Kami berharap pimpinan KPK tidak hanya fokus pada masalah yang sedang trend dibicarakan saja, tetapi masih banyak masalah-masalah besar yang ada diluar DKI Jakarta, khususnya yang ada di Kabupaten Blitar.

Kami melapor dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Bupati Blitar dengan menyalahgunakan wewenang/ jabatan untuk memperkaya diri sendiri, korporasi ataupun pribadi-pribadi. Hal ini dilakukan dalam bentuk memberikan surat keputusan yaitu memberikan SK kepada HS.

Mereka mengatasnamakan pemilik-pemilik sertifikat. Sementara diketahui sertifikat ditangan pelaku intimidasi adalah sertifikat ilegal karena tidak sesuai dengan yang namanya redis. Penerbitan sertifikat tersebut tidak sesuai karena, menggandakan sertifikat tidak melalui ploting ploting. Misalnya A yang sudah menggarap puluhan tahun muncul sertifikat atas nama orang lain.

Dilahan tersebut lebih kurang ada 233 hektar yang sekarang dibagi-bagi menjadi 800 sertifikat. Hal ini menimbulkan potensi karena masyarakat disana di intimidasi dengan pengrusakan perkebunan/ tanaman mereka, melakukan pengusiran, dan yang lebih parah lagi m9ereka para mafia tanah ingin memperjual belikan sertifikat lahanb tersebut.

Kita kesini menyampaikan fakta, ada faktanya bahwa sertifikat redis yang dikeluarkan oleh BPN itu di perjual belikan. Itulah potensi korupsinya. Ada bukti kuitansinya yang diberikan HS.

Kami berharap kepada KPK segera turun tangan ke Blitar. Masyarakat sangat dirugikan karena masyarakat yang sudah lama mengelola lahan tersebut muncul sertifikat atas nama orang lain.

Kami meminta KPK segera memeriksa Bupati yang diduga telah menyalahgunakan wewenang/ jabatan.

Semoga laporan kami menjadi atensi yang diperhatikan KPK. Rencananya Minggu depan kami akan segera turun dan menginap di desa Modangan atas permintaan masyarakat untuk mendampingi mereka.

Mereka itu premanisme. Menurut saya, mereka sebenarnya penjajah karena melakukan penjajahan atas masyarakat nya sendiri, melakukan intimidasi, pengrusakan perkebunan / pohon warga, menghilangkan nafkah masyarakat.

Pada waktu itu juga berkas diterima oleh KPK dengan baik dan dapat nomor terima berkas. Berkas segera diproses dan ditindaklanjuti. (Guffe).