Penulis: Sugiyanto (SGY) Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat) / Relawan Independen Pendukung Prabowo Pada Pilpres 2019-2024
Jakarta, Nusantarapos.co.id- Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), Pasal 39 ayat (1) menyatakan bahwa kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap berada di Jakarta hingga ditetapkannya pemindahan Ibu Kota Negara ke Nusantara melalui Keputusan Presiden (Keppres).
Selanjutnya, Pasal 41 ayat (1) dalam UU IKN menegaskan bahwa setelah Keputusan Presiden diterbitkan, sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara akan dicabut, kecuali fungsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom.
Pada Pasal 41 ayar (2) UU IKN, dijelaskan bahwa dalam dua tahun sejak undang-undang ini diundangkan, UU Nomor 29 Tahun 2007 akan diubah untuk menyesuaikan dengan ketentuan baru. Perubahan ini baru berlaku setelah Keputusan Presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN dikeluarkan.
Sementara itu, UU Nomor 29 Tahun 2007 mengatur kedudukan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dalam Pasal 3, fungsi Jakarta sebagai ibu kota dan daerah otonom dalam Pasal 4, serta peran Jakarta dalam pemerintahan, perwakilan negara asing, dan lembaga internasional dalam Pasal 5. Semua ketentuan ini akan tetap berlaku selama Jakarta masih berfungsi sebagai Ibu Kota Negara, sesuai dengan UU IKN yang belum menetapkan Keppres pemindahan.
Setelah Keppres IKN diterbitkan, Jakarta hanya akan berfungsi sebagai daerah otonom, dan ketentuan terkait statusnya sebagai ibu kota akan dicabut. Dengan begitu, Jakarta tetap memiliki status sebagai Ibu Kota Negara hingga Keppres tentang pemindahan IKN diterbitkan. Revisi UU DKJ tidak diperlukan untuk hal ini, karena perubahan status Jakarta akan terjadi dengan adanya Keppres IKN, bukan dengan perubahan UU.
Revisi UU DKJ yang baru saja disahkan (UU No. 2 Tahun 2024) memang mengubah nomenklatur “DKI Jakarta” menjadi “Daerah Khusus Jakarta” (DKJ), tetapi tidak mengubah kedudukan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Perubahan nomenklatur ini hanya terkait dengan jabatan pejabat daerah setelah Pemilu 2024, seperti yang tertuang dalam Pasal 70A hingga 70D.
Pasal-pasal ini mengatur status Gubernur, Wakil Gubernur, serta anggota DPRD, DPR RI, dan DPD RI dari Jakarta yang akan disebut sebagai perwakilan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Namun, perubahan nomenklatur ini tidak mempengaruhi status Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, yang masih berlaku hingga adanya Keputusan Presiden. Oleh karena itu, yang dibutuhkan saat ini adalah Keppres pemindahan Ibu Kota Negara, bukan revisi lebih lanjut terhadap UU DKJ.
Terkait hal tersebut, perubahan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) telah diimplementasikan melalui penerbitan UU Nomor 151 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 30 November 2024.
Revisi tersebut mencakup sejumlah poin penting, termasuk perubahan nomenklatur pejabat yang diatur dalam Pasal 70A, 70B, 70C, dan 70D. Salah satu perubahan utama adalah terkait dengan penamaan jabatan gubernur dan wakil gubernur. Setelah Pilkada Serentak 2024, jabatan ini tidak lagi menggunakan istilah “DKI Jakarta,” melainkan akan berubah menjadi “Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ.”
Dalam konteks ini, saya berpendapat bahwa perubahan nomenklatur pada revisi UU DKJ tidak bisa berlaku surut. Aturan Undang-Undang (UU) tidak bisa berlaku surut karena adanya asas non-retroaktif. Asas ini menyatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat diterapkan pada peristiwa yang terjadi setelah undang-undang tersebut disahkan.
Dengan demikian, merujuk asas non-retroaktif ini, maka penyebutan Jakarta sebagai Ibu Kota atau DKI Jakarta dalam berbagai dokumen dan lembaga seperti DPR RI, DPD, atau DPRD Jakarta tetap sah selama Keppres IKN belum diterbitkan. Hal ini juga berlaku untuk pejabat yang telah dilantik sebelum ada revisi UU DKJ. Kecuali untuk penyebutan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih pada Pilkada 2024, yang masuk akal jika menggunakan nomenklatur DKJ atau Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Namun, hal ini tetap menimbulkan kerancuan selama belum ada Keppres pemindahan Ibu Kota Negara.