PEMILU  

Bondan Madani: Jokowi dan Mega Harus Memilih Cawapres dari Kader NU Jika Mengusung Capres 2024

Banyuwangi, NusantaraPos – Salah satu faktor penentu koalisi di dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 adalah organisasi masyarakat (ORMAS) Nahdlatul Ulama (NU).

Hal itu diungkapkan Bondan Madani selaku Ketua umum Lembaga Diskusi Kajian Sosial Pilar Jaringan Aspirasi Rakyat (LDKS PIJAR) kepada awak media.

Mwnurutnya, salah satu pertimbangan koalisi bagi Partai Politik adalah NU, khususnya partai berlambang kepala banteng. Hal ini terlihat ketika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggandeng tokoh dari Nahdiyin, seperti dalam kontestasi nasional tahun 2014 dan 2019 sebelumnya.

“Ibu Mega cenderung akan berkoalisi dengan tokoh-tokoh dari Nahdlatul Ulama, kedekatannya dengan NU sejak beliau jadi Wakil Presiden Gus Dur dalam sejarahnya. Ketika PDIP mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden, PDIP kembali memasangkan capresnya dengan tokoh NU, yakni Muhammad Jusuf Kalla dan KH. Ma’ruf Amin. Namun sebelumnya, Ibu Mega berkoalisi dengan Hasyim Muzadi menjadi calon wakilnya pada tahun 2004 dulu,” terangnya.

Alumni HMI menjelaskan, ketua umum PBNU saat ini yaitu Gus Yahya menegaskan bahwa NU milik semua tak hanya milik partai tertentu, dan dibawah kepemimpinannya PBNU memiliki bargaining position di semua elit politik tanah air. Maka dari itu baik Jokowi maupun Megawati tidak akan mengesampingkan peran NU, karena keduanya memiliki Calon Presiden (CAPRES) sendiri-sendiri.

“Megawati berencana mengusung Puan Maharani dan Jokowi berencana mengusung Ganjar Pranowo dalam PILPRES 2024, semua orang tau hal itu. Karena keduanya merupakan pionir dari ceruk abangan atau nasiolis, jadi dapat dipastikan mereka berdua akan menggandeng kader NU. Sangat realistis, jika capres-cawapresnya melambangkan perpaduan Nasionalis-Religius menurut hemat kami,” urainya.

Si Raja Demo ini membeberkan, Megawati merupakan salah satu putri dari sang proklamator presiden Soekarno adalah ketua umum DPP PDIP yang merupakan partai pemenang pada pemilu 2019. Sedangkan Jokowi punya kekuatan politik besar hingga 2024 karena posisi sebagai presiden.

Selain itu, beliau juga punya sejumlah kelompok relawan setia, dan hal itu merupakan modal politik Jokowi menentukan arah dukungan pada PILPRES mendatang meskipun bukan Ketua umum partai politik.

“Bisa saja salah satu dari mereka yaitu Ganjar atau Puan mengalah, bahkan bisa jadi keduanya bertarung dalam pilpres mendatang. Namun keduanya menunggu keputusan dari Jokowi dan Megawati. Ganjar akan diusung partai diluar PDIP, karena bisa dipastikan rekomendasi PDIP akan diberikan kepada Puan karena ada faktor Megawati jika memang keduanya head to head dalam PILPRES 2024,” jelasnya.

“PDIP dan Jokowi menang di dua kontestasi pilpres (2014 dan 2019) karena berpasangan dengan kader NU, itu sudah terbukti. Dan yang terpenting pasangan dari keduanya (Ganjar dan Puan) harus dari kader NU, Belajar dari fakta sejarah itulah mengapa kami memberikan kesimpulan jika capres-cawapres 2024 harus melambangkan perpaduan antara Nasionalis-Religius. Meskipun pada PILPRES 2004 Megawati kalah meskipun berpasangan dengan ketum PBNU KH. Hasyim Muzadi, tetapi waktu itu lawannya juga kader NU yaitu KH. Salahuddin Wahid berpasangan dengan Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpasangan Muhammad Jusuf Kalla (JK), ” pungkasnya. (hns)