Perlawanan Rakyat Pada Oligarki di HUT Ke 25 Mega Bintang

Solo, Nusantarapos.co.id – Puluhan tokoh aktivis nasional berduyun-duyun ke kota Solo Jawa Tengah. Kota asal Presiden Jokowi ini lah pada tahun 1997 jelang Pemilihan umum 1997 muncul kelompok perlawanan rakyat yang fenomenal untuk melawan dominasi orde baru Soeharto dengan Golkar sebagai alat politiknya yang di kenal dengan nama ‘Mega Bintang’.

Simbol penyatuan gerakan antara kelompok pendukung Megawati yang berusaha di singkirkan Orba dan kelompok pendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di bawah tokoh PPP di Solo kala itu Muchdrik Sangidu.

Gerakan kelompok Mega Bintang ini dengan cepat menyebar ke seluruh Indonesia yang membuat kekuatan orba yang di dukung ABRI waktu itu kebakaran jenggot. Sejak Sabtu malam (4/6/2022) tokoh-tokoh aktivis ini telah tiba di Solo. Rangkain acara hari ulang tahun (HUT) Mega Bintang ini juga di gelar dialog nasional bertema ‘Kedaulatan Rakyat Vs Oligarki & KKN’.

Hadir sejumlah tokoh nasional dan aktivis menjadi nara sumber antara lain La Nyala Mataliti (Ketua DPD RI), Ferry Juliantono (Sekjend Syarikat Islam), Rocky Gerung, Syahganda Naigolan, Jumhur Hidayat dll.

Selain itu dalam pertemuan yang ini juga nampak hadir sejumlah tokoh lainnya. Ada  Boyamin Saiman, Syukri Fadoli, Sugeng Waras, Liues Sungkarisma Wahyono, Hendry Harmen, Agusto, Habil maraty.

Dari Jogjakarta hadir KH. Syukri Fadloli, dari Semarang hadir Sutoyo Abdi, dari Bandung ada Harlan serta di hadiri ratusan Aktivis lainnya.

Andrianto salah satu aktivis pendukung Mega- Bintang Jakarta pada tahun 1997 mengatakan, “Pada tanggal hari ini 5 Juni, 25 tahun lalu di tengahnya begitu kuatnya hagemoni orde baru (orba) boleh di kata puncaknya Orba. Namun ibarat kuasa yang terlalu lama akhirnya muncul kejenuhan publik. Politik yang makin otoriter serta ekonomi yang makin untungkan konglomerasi dan kolusi korupsi nepotisme (KKN) yang menggila, ” ujarnya di Solo, Minggu (5/6/2022).

Semua seakan tunduk, saat itulah di Kota Solo Jawa Tengah tampil seorang tokoh Muchdrik Sangidu yang menggerak kan perlawanan dengan nama Mega – Bintang. Sebuah narasi perlawanan yang merujuk pada Mega dengan PDIP nya dan Bintang lambang PPP, partainya Muchdrik.

“Sontak gerakan Mega Bintang jadi Viraaal. Ada harapan Rakyat tidak menyerah dan bangkit melawan. Jarum sejarah bergerak cepat hanya butuh setahun saza Orba tumbang. Saat pioner Mega-Bintang Muhdrik Sangidu kini berusia 78 tahun masih semangat dan menggelora mengumpulkan tokoh-tokoh aktivis nasional di Solo saat momen 25 tahun Mega Bintang di Solo”, jelasnya.

Sedangkan La Nyala Mataliti Ketua DPD RI dalam paparannya pada acara dialog nasional HUT Mega Bintang memaparkan tentang Menggugat di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan Presiden Threshold (PT) menjadi nol persen, sehingga ada banyak calon Presiden yang jadi alternatif bagi rakyat. Jika MK tidak mengabulkan maka lebih baik di bubarkan saja.

Sementara Sekretaris Jenderal PP Syarikat Islam Ferry Juliantono bicara kekuatan Nasionalis dan Islam sebuah keniscayaaan yang harus bersatu. Kini rezim malah jadi Islamphobia dan membenturkan, mengadu domba rakyat.

Di tempat yang sama, Rocky Gerung bicara soal politik yang untungkan Oligarkys dengan PT 20 % buat Capres jadi terbatas. PT harus nol % jika tidak dukung PPP (Partai People Power) dan Rakyat sah lakukan LBP (Liga Boikot Pemilu).

Salain itu aktivis senior Syahganda Naigolan bicara, dari era Soekarno pada zaman kolonial Belanda pihak Oligarkys sudah berkuasa dan sekarang makin kuasa dan tamak. Oligarki kuasai politik dan ekonomi. Rakyat saatnya bangkit melawan Oligharki ini.

Hal senada di sampaikan Jumhur Hidayat tokoh aktivis Buruh, ketidakadilan yang di alami kaum Buruh dari era Penjajahan sampai kini tidak ada perubahan. Saatnya semua elemen bersatu dan bergerak lawan Oligarkhis. (mars)