Rokok Geser Kebutuhan Pokok dan Picu Stunting

Jakarta, Nusantarapos – Hari ini Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Fatayat Nahdlatul Ulama (NU), dan Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menyelenggarakan Talk Show “Protein Hewani Cegah Stunting: Isi Piringku, Alihkan Belanja Rokokmu!” sebagai puncak acara dari rangkaian kegiatan dalam memperingati Hari Gizi Nasional 2023.

Kegiatan ini merupakan upaya dalam mendukung pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk penurunan stunting di tahun 2024, serta sebagai upaya meningkatkan narasi kesejahteraan sosial terkait konsumsi merokok yang merugikan keluarga Indonesia. Hadir Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, sebagai keynote speech 1 dan Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Muhammad Rizal Martua Damanik, sebagai keynote speech 2 dalam acara ini.

Hari Gizi Nasional diperingati setiap tanggal 25 Januari. Peringatan ini menjadi momentum penting oleh berbagai pihak dalam bahu membahu membangun gizi menuju bangsa yang sehat, termasuk dalam mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Salah satu permasalahan gizi nasional yang masih harus mendapat perhatian khusus yaitu stunting. Berdasarkan data Hasil Studi Status Gizi Indonesia (2022), angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6%, angka tersebut masih lebih tinggi dari batas toleransi WHO, yaitu 20% untuk stunting. Pemerintah pun memiliki target RPJMN untuk penurunan stunting yaitu sebesar 14% di 2024.

Aryana Satrya, Ketua PKJS-UI, dalam sambutannya menyampaikan bahwa masalah stunting di Indonesia adalah masalah yang kompleks. “Studi PKJS-UI menunjukkan rokok dapat memicu stunting. Namun belum banyak masyarakat yang sadar akan hal ini. Melihat hal tersebut, kami melaksanakan video competition yang berlangsung sejak 27 Januari-7 Februari 2023. Terdapat 171 peserta yang mengikuti kompetisi untuk kami pilih sebanyak 6 pemenang terbaik. Dari adanya kompetisi dan talk show ini, diharapkan dapat memberikan ruang kreatif kepada masyarakat dalam memberikan edukasi sampai tingkat grassroots serta partisipan dapat mengambil manfaat, terutama untuk meningkatkan gizi dan kesehatan keluarga agar anak terhindar dari stunting,” jelas Aryana melalui Siaran Pers yang diterima redaksi Nusantarapos, Kamis (9/2/2023).

Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan RI, dalam keynote speechnya memaparkan stunting harus memperhatikan seribu hari pertama kehidupan. Determinan paling besar dari stunting yaitu pada saat hamil dan ketika anak selesai ASI (Air Susu Ibu) eksklusif selama 6 bulan. Jangan sampai bayi di dalam kandungan kurang gizi dan ibu juga kurang gizi serta anemia. Setelah bayi mencapai usia 6 bulan, tidak cukup ASI saja, tetapi juga harus ditambah protein hewani sebagai prioritas pencegahan stunting. Protein hewani untuk mencegah stunting ini terdapat dalam telur, susu, ikan, maupun daging. “Apa hubungannya dengan rokok? Salah satu sumber protein hewani, yaitu telur misalnya sebanyak 16 butir dapat dibeli dengan harga sekitar Rp25.000. Kalau bapak-bapak merokok, ini akan menghilangkan kesempatan untuk membeli telur seharga Rp25.000 tersebut. Apalagi penelitian menunjukkan bahwa uang yang dihabiskan keluarga untuk membeli rokok mencapai 3 bungkus dalam sehari yang seharusnya bisa untuk membeli telur. Oleh karena itu, saya mengingatkan kepada keluarga agar berhenti merokok dan membeli telur sebagai asupan nutrisi penting bagi anak,” tambah Budi.

Widyawati, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian
Kesehatan RI, menekankan pada stunting tidak hanya menghambat tinggi berat tetapi juga kognitif anak. Protein hewani ini akan sangat membantu menunjang sumber makanan bergizi bagi anak. Namun rendahnya asupan gizi dan makanan memang disebabkan oleh orang tua perokok. Orang tua lebih mengutamakan belanja rokok akibatnya asupan makanan bergizi menjadi berkurang. Rokok juga menyumbang kemiskinan.

“Kegiatan kami di Kementerian Kesehatan yaitu mengenalkan protein hewani ada telur, daging, ayam, dan sebagainya. Dalam penurunan stunting dan pengendalian konsumsi rokok, setiap daerah ada Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Kemenkes juga tetap berupaya termasuk melarang penjualan rokok secara eceran. Selain itu, pemeriksaan kehamilan termasuk pemantuan tumbuh kembang balita, imunisasi, edukasi remaja, serta buang air besar sembarangan yang terus kita gencarkan programnya. Kami berharap ada dukungan kolaborasi dari semua pihak,” jelas Widyawati.

Hal tersebut juga diperjelas oleh Nur Nadlifah, Komisi IX DPR-RI, bahwa Kementerian maupun BKKBN pasti sudah bekerja keras dalam upaya penurunan stunting. “Terkait kaitannya dengan perilaku merokok, saya agak keras soal merokok, jauh lebih baik beli pulsa daripada beli rokok. Harus dimulai dari kita agar jangan beli rokok. Kita harus terus bergerak mendampingi masyarakat di pedesaan, masyarakat kurang mampu, memastikan mereka mengonsumsi makanan bergizi, uang untuk keluarga jangan untuk membeli rokok, karena kalau diakumulasi dana keluarga tersebut bisa untuk menyehatkan keluarga. Saya yakin tantangan besar penurunan stunting ini akan bisa kita selesaikan dengan baik. Sejalan dengan pengendalian konsumsi rokok, saya juga ingin tetap memperhatikan kesejahteraan petani,” ujar Nadlifah.

Menutup diskusi, Hasbullah Thabrany, Ketua Komnas PT, menuturkan bahwa masalah stunting kita masih mengkhawatirkan pada tingkat dunia. Negara-negara yang prevalensi stuntingnya telah terkendali, prevalensi merokok mereka juga sudah terkendali.

“Industri rokok sangat kuat di negara kita. Saya berharap legislatif termasuk pemerintah bisa melakukan kampanye secara besar-besaran terkait masalah perilaku merokok dan kaitannya terhadap stunting. Ini dalam rangka untuk mencapai generasi emas pada 2045. Ada persoalan rokok yang masih sulit dikendalikan. Tembakau ini merupakan barang kecanduan dan para industri rokok menikmati keuntungannya. Saya mengusulkan sebanyak 10% penerimaan cukai rokok dapat diberikan ke petani tembakau maupun pekerja rokok agar mereka bisa substitusi dari pekerjaan lain. Negara yang telah meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) juga akan menolak ekspor tembakau. Peran kita di luar pemerintahan tidak kalah pentingnya. Mari kita ungkap evidence agar Pemerintah lebih confidence untuk menurunkan perilaku merokok termasuk menurunkan prevalensi stunting ini,” tutup Hasbullah. (Rilis)