HUKUM  

KemenPPPA Desak Pedagang Latto-Latto Terduga Pelaku Kekerasan Seksual Anak di Banyuwangi Dihukum Berat

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar (Foto:Humas PPPA)

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) geram dengan terjadinya kekerasan seksual pencabulan terhadap puluhan siswi SD di Banyuwangi, Jawa Timur, yang dilakukan terduga pelaku MM yang merupakan penjual mainan latto-latto. Terduga pelaku diharapkan mendapat sanksi hukum yang berat sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku, mengingat kasus pencabulan bisa berdampak berat terhadap psikis korban.

“Kekerasan seksual adalah kejahatan yang tak bisa ditoleransi oleh apapun karena itu pelakunya selayaknya mendapat hukuman berat sesuai UU yang berlaku. Apalagi dalam kasus ini, terduga pelaku diinformasikan telah melakukan perbuatannya selama satu bulan yang berarti dia berulang-ulang melakukan kejahatan terhadap anak-anak yang tengah membeli mainan,” tegas Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dalam siarannya.

Nahar mengatakan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banyuwangi segera melakukan pendampingan dan asesmen terhadap para korban. Polsek Banyuwangi juga telah menahan dan menetapkan terduga pelaku sebagai tersangka.

Korban pencabulan diduga sebanyak 21 anak berasal dari satu sekolah yang sama, namun yang melapor baru dua korban dan empat korban sudah menjalani pemeriksaan polisi. Polisi terus melakukan penyelidikan mendalam terhadap tersangka untuk mengetahui kemungkinan korban lain mengingat tersangka berdagang keliling di lingkungan sekolah yang berbeda-beda.

Polisi menjerat tersangka dengan pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana.

Selain dikenai pidana penjara, berdasarkan pasal 82 ayat (5) dan (6): pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Nahar berharap, ada upaya pencegahan agar kasus serupa tidak berulang baik dari pihak sekolah dan orang tua siswa untuk terus mengingatkan siswa agar tidak mudah terbujuk orang asing. Sekolah juga diminta agar melakukan penanganan dengan cara yang tepat terhadap para korban agar tidak menjadi korban lagi karena adanya stigma negatif di sekolah. Sekolah berperan besar guna turut memulihkan siswa dari dampak psikis akibat kekerasan yang dialaminya. (Guffe).