BERITA  

Kemkominfo Gelar Diskusi “MakinCakapDigital” se-Jateng, Bertema “Mengenal Literasi Digital Sejak Dini”

Literasi Digital (Foto: Tangkapan Layar)

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus menggalakkan program #MakinCakapDigital. Program ini bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.

Adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.

Kegiatan kali ini menyasar dan digelar untuk masyarakat di Jawa Tengah. Tema yang diangkat ‘Mengenal Literasi Digital Sejak Dini’.

Adapun tiga pembicara yang menjadi narasumber yaitu Ari Ujianto, pegiat advokasi sosial sekaligus fasilitator komunikasi, juga sebagai Staf Pengembangan Kapasitas di JALA PRT.

Pembicara lainnya yakni Yolanda Presiana Desi, M.A, dosen Sekolah Tinggi Multi Media (MMTC) Yogyakarta yang juga anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), dan Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama DI Yogyakarta Abdul Su’ud, S.Ag, Msi

Dalam pemaparannya, Ari Ujianto mengatakan dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural.

“Interaksi antar budaya di ruang digital dapat menciptakan standar baru tentang etika,” kata Ari Ujianto dalam talkshow yang dilaksanakan secara virtual, Sabtu (25/2/2023).

Katanya lagi, dengan media digital setiap warganet dapat berpartisipasi dalam berbagai hubungan dengan banyak orang melintasi geografis dan budaya.

“Mereka dengan berbagai cara akan membangun hubungan lebih jauh dan berkolaborasi dengan orang lain,” ujarnya.

Tapi, kata Aji, diperlukan etika digital untuk melakukan segala aktivitas digital di ruang digital agar di kemudian hari tidak memunculkan masalah.

Aji menyebutkan kompetensi literasi digital seseorang terlihat dari perilakunya dalam berdigital (netiket). Misalnya, mengakses informasi di platform digital, menyeleksi dan menganalisis informasi saat berkomunikasi di platform digital, dan memahami netiket sebagai upaya membentengi diri dari tindakan negatif di platform digital yang dia gunakan.

“Juga terlihat dari memproduksi dan mendistribusikan informasi di platform digital, memverifikasi pesan, dan berpartisipasi membangun relasi sosial dengan menerapkan netiket, serta mengolaborasikan data dan informasi dengan aman dan nyaman di platform digital,” tutur Aji.

Lanjut Aji, hal itu dapat terwujud jika warganet memiliki kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan atau hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan.
Aji pun menyebut beberapa konten negatif yang melanggar netiket dalam berperilaku digital yaitu melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong (hoax) dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian, dan penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Kesimpulannya, kata Aji Ujianto, internet adalah anugerah, tetapi bisa menjadi bencana bagi manusia jika tidak bisa mengendalikan diri ketika menggunakannya.

“Teknologi hanya bisa mengendalikan manusia yang tidak memiliki jiwa-jiwa beretika,” pungkasnya.
Pembicara lainnya, Yolanda Presiana Desi mengatakan, dampak positif media sosial yaitu sebagai sarana hiburan, akses mendapatkan informasi dengan mudah, dan sebagai alat untuk bersilaturahmi, bahkan bisa dijadikan alat untuk mengasah skill entrepreneurship seseorang.

“Tapi ada tantangan yang harus kita hadapi yakni informasi yang tidak valid atau tidak kredibel, menjadi alat mempromosikan sesuatu yang berbahaya, ujaran kebencian, pelanggaran hak cipta, penipuan, bullying, dan sebagainya,” ucap Yolanda.

Mayoritas masyarakat Indonesia, ungkap Yolanda, belum atau tidak mengecek kebenaran informasi yang mereka terima dari media sosial.

“52,2% pengguna media sosial di Indonesia menyatakan tidak mengecek ketika menerima informasi dalam bentuk video, gambar, berita, dan sebagainya. 47,8% menyatakan mengecek kebenaran informasi yang diterimanya,” papar Yolanda.

Berdasarkan pemaparannya itu, Yolanda berpendapat, perlunya literasi digital sejak dini. Dia meyakini, individu yang cakap bermedia digital akan mampu mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam lanskap digital, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama DI Yogyakarta Abdul Su’ud, S.Ag, Msi mengatakan perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa terus berkembang dan hingga saat ini memasuki era digital.

Kata dia, karakter utama masyarakat abad 21 di antaranya aktivitas kehidupannya berbasis digital, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, buidaya, dan sebagainya.

Menurut dia, kehadiran masyarakat informasional adalah sebuah keniscayaan yang siapa pun tidak dapat menolak perubahan ini. hal tersebut berimplikasi terhadap perubahan nilai, cara pandang, dan pola perilaku masyarakat.
“Digital culture adalah sebuah konsep yang menggambarkan gagasan bahwa teknologi dan internet secara signifikan membentuk cara kita berinteraksi, berperilaku, berpikir dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat,” terangnya.

Dia memaparkan, saat ini hanya 36% masyarakat Indonesia memanfaatkan kecanggihan internet sebagai alat berkomunikasi. Sisanya, 21% untuk sarana hiburan atau bersantai, 21% untuk media sosial, browsing 11%, transaksi jual beli 3%, dan lain-lainnya 7%.

Dalam konteks ini, lanjut Abdul Su’ud, Kanwil Kementerian Agama DI Yogyakarta memiliki visi handal dan profesional dalam membangun masyarakat yang saleh, moderat, cerdas, dan unggul untuk mewujudkan Indonesia maju, yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong.

“Misi kami meningkatkan kesalehan umat beragama, memperkuat moderasi beragama dan kerukunan umat beragama, meningkatkan layanan keagamaan yang adil, mudah, dan merata, dan meningkatkan layanan pendidikan yang merata dan bermutu,” ujarnya.

“Selain itu kami juga mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing Pendidikan, serta memantapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance),” sambungnya.