HUKUM  

Oknum Densus 88 Menepis Tudingan Penyekapan dan Pemerasan Terhadap FD, C. Suhadi Siap Buka Sebesar-besarnya

FD ibu dua anak balita (tengah), didampingi C.Suhadi selaku kuasa hukumnya berfoto di depan Mapolres Tangerang Selatan.

Tangsel, NUSANTARAPOS.CO.ID – Polres Tangerang Selatan (Tangsel) akhirnya menahan AG yang merupakan suami dari FD wanita muda dengan dua anak, dimana beberapa waktu lalu sempat ditahan oleh Polres Tangsel. AG sendiri diamankan di rumah orangtuanya di bilangan Serpong, Tangerang Selatan.

Untuk FD sendiri, hingga saat ini statusnya masih dalam penagguhan penahanan (tahanan kota) dengan wajib lapor seminggu dua kali.

Kuasa hukum FD, C. Suhadi yang datang ke Polres Tangsel mengaku terkejut melihat dokumen laporan yang mana pelapor FD dan AG adalah seorang oknum polisi. Dalam laporan tersebut kata Suhadi, jelas yang dilaporkan adalah AG bukan FD.

“Saya terkejut saat membaca dokumen laporan yang mana pelapornya adalah oknum polisi dan yang dilaporkan itu adalah AG suami FD. FD sendiri tidak ada namanya didalam laporan, sehingga berkaitan dengan itu tadi saya pertanyakan apa kaitannya dengan FD,” ucap C. Suhadi saat jumpa pers di bilangan Serpong, Tangerang Selatan, Senin (27/3/2023).

Kata Suhadi, tentunya siapa yang dilaporkan harusnya ditahan dan diproses menurut ketentuan hukum. Menurut dia, adalah hal aneh ketika FD yang dijadikan tahanan. Jika yang dijadikan dasar laporan, kata Suhadi berkaitan dengan perjanjian kerjasama bisnis itu tidak ada kaitannya dengan FD.

“Polisi meminta juga kepada saya supaya jangan melibatkan kasus ini. Ya, kan kasus yang sekarang ditangani di Polres itu kan berkaitan dengan yang ada di Polsek Pamulang. Terus, saya pertanyakan bukankah laporan ini yang ada di Polsek Pamulang dilimpahkan kepada Polres Tangsel. Harusnya hal itu tidak boleh dipisah-pisahkan,” tegasnya.

Masih menurut Suhadi, dengan kasus yang dialami FD seperti ada pelanggaran didalam hukum acara dalam penegakan hukum. Dan, dia juga meminta kepada Kapolri untuk menegakkan keadilan dan kenapa kejadian seperti ini bisa terjadi di negara hukum.

“Tadi pun saya katakan ini negara hukum enggak bisa yang namanya semena-mena. Nah, terus kemudian berkaitan dengan masalah penahanan AG, kenapa kok tiba-tiba ditahan tanpa melalui proses yang sebenarnya. Atau saya menduga dalam hal ini penyidik Polres Tangsel melakukan kesalahan prosedur,” tuturnya.

Sebelumnya, juga ada pemberitaan dari sebuah media daring dengan judul “Pengacara Anggota Densus 88 Banten Bantah Tudingan Pemerasan Dan Penyekapan Kliennya”.

Didalam isi berita tersebut disebutkan, pengacara NHF (pelapor AG) yang merupakan anggota Densus 88 Satgaswil Polda Banten membantah tudingan bahwa kliennya telah melakukan penyekapan dan pemerasan.

Pengacara NHF mengatakan, perihal yang disangkakan kasus pemerasan pada dasarnya kedua belah pihak (NHF dan AG) telah bersepakat untuk membagi hasil keuntungan pada saat perjanjian dibuat.

NHF menyerahkan uang kepada AG sebesar Rp 300 juta untuk usaha yang dijalankan oleh AG dan FD yang mana semula mengakui bahwa kios yang dimaksud adalah miliknya.

Namun, menurut pengacara NHF kenyataannya kios tersebut milik orang lain. Serta disepakati AG memberikan keuntungan 7 persen dari modal yang diberikan. Namun, AG tidak pernah memberikan yang menjadi haknya NHF.

Kata pengacara NHF, sampai terjadilah kesepakatan baru bahwa AG akan mengembalikan uang NHF berikut bagi keuntungan yang sudah disepakati namun AG malah menghilang.

Pasal yang disangkakan kepada NHF, kata sang pengacara yaitu pasal 333 KUHP terkait Penyekapan merupakan fitnah yang sangat kejam. Serta merusak nama pribadi dan institusi Polri dan pihaknya akan melaporkan dengan dugaan pasal 27 ayat 3, pasal 32, dan pasal 48 UU ITE.

Menanggapi hal itu, Suhadi membantah keras hal tersebut karena dirinya memiliki saksi dan bukti terkait Penyekapan dan Pemerasan.”Dan terkait masalah institusi saya sebagai relawan dan juga yang mendukung Polri dalam penegakan hukum khususnya kasus ini, tidak pernah membawa bawa nama institusi, tolong bedakan dong antara oknum dan intitusi,” sanggahnya.

“Kalau dalam pemberitaan itu keterangan FD bohong, bagaimana mungkin dia korban dan kronologinya saja sudah jelas, kemudian ada saksi, dan korbannya FD didalam persoalan ini. Berkaitan masalah nanti benar dan tidak laporan itu proses dulu dong, polisi berhak untuk mencari itu kok,” tegas Suhadi lagi.

Suhadi juga menantang polisi untuk membuka CCTV ditempat kejadian FD disekap, jika benar keterangan FD adalah hoax atau bohong.

“Kalau dihilangkan itu CCTV berarti kasus ini pun tidak beda dengan kasus-kasus yang dulunya ramai. Makanya saya sangat menyesalkan adanya berita yang mengatakan seperti itu, karena bagi saya kalau kalau kasus ini memang di angkat besar besar saya sih senang senang aja,” ungkapnya.

Ditempat yang sama FD mengatakan, berita yang disebutkan bahwa kios yang dijadikan tempat kerja sama bisnis itu bukan miliknya adalah tidak benar. Karena, kata dia itu merupakan milik orangtuanya yang secara tidak langsung juga miliknya.

“Saya tidak menyewa, tapi itu milik orang tua yang sudah diberikan kepada saya sebagai anaknya. Itu juga sudah dibagikan dengan saudara laki-laki saya. Saya juga ingin membalik nama kios tersebut, hanya saja dari pihak pemasaran pasar menjelaskan ingin mengganti nama pengelola (PT). Jadi saya disuruh menunggu,” ucapnya.

“Sampai detik ini, usaha itu masih nama orang tua, tetapi sudah diberikan kepada anak-anaknya untuk melanjutkan usaha,” sambung FD.

Terkait bagi hasil dari perjanjian, kata FD sudah pernah dilakukan sebelumnya. Dan sebahagian langsung diantarkan ke rumah NHF dalam bentuk tunai dan ada saksinya untuk itu.

“Sebagian kita antar ke rumahnya, karena saat itu dia (NHF) juga meminta untuk dipanggilkan tukang pijit, saya punya saksi dan silahkan saja dia mau bicara apapun saya terima. Tetapi saya memang sudah memberikan Rp 21 juta dari Rp 300 juta dan ada bukti tertulis yang saya catat di rumah,” paparnya.

Terkait penyekapan, FD menceritakan awalnya dia ditelepon seseorang yang bernama Eko yang diduga merupakan asisten dari NHF untuk datang ke lokasi kejadian penyekapan.

Tujuan dari FD datang adalah untuk memusyawarahkan penyelesaian kelanjutan kerja sama pembagian hasil yang sempat tertunda karena ada Covid-19 yang akibatnya saat itu bisnis tidak berjalan lancar.

“Awalnya saya enggak mau karena khawatir dan merasa takut. Karena, sebelumnya sudah ada ancaman, kata dia kita akan selesaikan dengan baik-baik. Oke saya ikuti dan datang. Akhirnya saya datang ke sana kita ngobrol awalnya baik-baik, ternyata setelah itu dia emosi dan saya juga enggak kebagian untuk menjelaskan apapun. Akhirnya saya diam, terserah dia mau bicara apapun dulu saya terima saja,” ungkap FD.

FD melanjutkan, dirinya tetap akan membayar apa yang diminta NHF. Temannya saat itu yang hadir untuk menemaninya disuruh untuk pulang sedangkan dia tidak diperkenankan dan harus tetap tinggal di lokasi kejadian.

“Teman saya disuruh pulang saya tidak boleh pulang sampai ada yang datang untuk membawakan uang baik dari keluarga atau siapapun. Jadi, saya ibaratnya disana mau ditukar dengan uang,” katanya.

NHF juga mengancam FD jika dirinya berani untuk pulang akan diteriaki maling yang nantinya dapat dipukuli warga setempat.

“Karena sudah diancam seperti itu, saya enggak berani untuk pulang,” tuturnya.