BPOM Lakukan Intensifikasi Pengawasan Pangan Selama Ramadan, Ini Hasilnya

Jakarta, Nusantarapos – Sepanjang Ramadan dan Jelang Idul Fitri 1445 H/Tahun 2024, BPOM kembali melakukan intensifikasi pengawasan pangan. Sejak 4 Maret 2024, Petugas BPOM di 76 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia terjun ke lapangan melakukan pemeriksaan bersama lintas sektor terkait dan masyarakat.

Kegiatan pengawasan ini berfokus pada produk pangan olahan terkemas yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), yaitu tanpa izin edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, rusak, dan pangan takjil buka puasa yang mengandung bahan dilarang. BPOM menargetkan pengawasan pada sarana peredaran yang memiliki rekam jejak kurang baik, termasuk gudang marketplace, sesuai tren belanja masyarakat yang banyak dilakukan melalui online.

Sampai dengan kegiatan pengawasan tahap IV, pemeriksaan telah menyasar 2.208 sarana, terdiri dari 920 sarana ritel modern, 867 sarana ritel tradisional, 386 gudang distributor, 28 gudang importir, dan 7 gudang e-commerce. BPOM akan terus mengintensifkan pengawasan dan melaporkan jumlah sarana yang diperiksa hingga tahap terakhir intensifikasi pengawasan pangan.

“Dari hasil pemeriksaan, kami menemukan 628 sarana (28,44%) yang menjual produk TMK berupa pangan TIE, kedaluwarsa, dan rusak, dengan jumlah total temuan pangan TMK sebanyak 188.640 pieces, yang diperkirakan bernilai lebih dari 2,2 Milyar Rupiah”, jelas Plt. Kepala BPOM RI, L. Rizka Andalusia saat konferensi pers di Gedung BPOM Salemba, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).

Jenis temuan pangan terbesar merupakan pangan TIE sebesar 49,03%. Produk ini banyak ditemukan di wilayah kerja UPT Tarakan (Kalimantan Utara), Pekanbaru, Palopo (Sulawesi Selatan), Banda Aceh, dan DKI Jakarta. Produk TIE ini berupa cokelat olahan, bumbu, permen, minuman serbuk, dan biskuit. Kemudian temuan pangan kedaluwarsa sebesar 31,89% (60.151 pcs) di wilayah kerja UPT Manado (Sulawesi Utara), Palopo (Sulawesi Selatan), Belu, Kupang, dan Ende (Nusa Tenggara Timur). Produk kedaluwarsa berupa jeli/agar/puding, minuman serbuk, bumbu, bahan tambahan pangan (BTP), dan mi/pasta.

Sementara untuk temuan pangan rusak sebesar 19,09% (36.006 pcs) banyak ditemukan di wilayah kerja UPT Semarang (Jawa Tengah), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Belu (NTT), Sofifi (Maluku Utara), dan Palopo (Sulawesi Selatan). Produk pangan rusak ini berupa ikan olahan dalam kaleng, mi/pasta, produk kental manis (susu/krimer), susu ultra high temperature (UHT)/steril, dan BTP.

“Produk TIE impor banyak ditemukan di wilayah perbatasan negara seperti, Tarakan, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat jalur ilegal dan dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif. Selain itu, produk TIE impor juga banyak ditemukan di wilayah yang banyak warga negara asing (WNA) berdomisili seperti di wilayah Jakarta dan Palopo. Hal ini karena tingginya demand/permintaan WNA terhadap produk tersebut”, ujar Plt. Kepala BPOM.

BPOM telah menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut dengan melakukan langkah-langkah penanganan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.

“Ada pembinaan, peringatan terhadap pelaku usaha, perintah untuk melakukan retur terhadap supplier, kemudian diperintahkan juga pemusnahan terhadap produk rusak atau tanpa izin edar, ” tegasnya.

Sementara itu, untuk pengawasan terhadap pangan jajanan buka puasa (takjil), BPOM melakukan sampling dan pengujian cepat di 1.057 lokasi sentra penjualan pangan takjil (3.749 pedagang). Pengujian dilakukan terhadap kemungkinan kandungan bahan dilarang digunakan pada pangan, yaitu formalin, boraks, dan pewarna (rhodamin B dan metanil yellow). Pangan mengandung bahan yang dilarang masih ditemukan pada pengawasan kali ini. Namun demikian, terjadi jumlah penurunan takjil yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 0,07% dibandingkan tahun 2023 (1,17%).

Dari 9.262 sampel yang diperiksa, sebanyak 102 sampel (1,1%) mengandung bahan yang dilarang, yaitu formalin (0,53%), rhodamin B (0,30%), boraks (0,28%), dan metanil yellow (0,01%). Pengujian pada satu sampel takjil yang tidak memenuhi syarat (TMS) dapat menunjukkan hasil positif pada lebih dari satu parameter uji.

“Kalau takjil pada umumnya produknya semua dalam jumlah sedikit dan tak disimpan lama. Jadi kita lebih lakukan pembinaan, kalau diulang-ulang terus, kita lakukan punishment pemberitahuan kepada masyarakat lebih jangan membeli produk tersebut, ” tandasnya.

Selain itu, Plt. Kepala BPOM juga menyampaikan pentingnya menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi pangan.

“Kami menghimbau masyarakat berani melaporkan ke BPOM, UPT BPOM di daerah jika melihat pangan olahan yang tidak memiliki izin edar, pangan siap saji tidak memenuhi ketentuan, mengandung bahan berbahaya, silahkan melaporkan ke BPOM, ” ucap Plt. Kepala BPOM.