Tim Hukum Merah Putih Sarankan Prabowo untuk Membiarkan PDIP Sebagai Oposisi

Kordinator Tim Hukum Merah Putih C. Suhadi bersanding dengan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutuskan atas perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024 mendatang. Jika putusan MK tetap memenangkan Prabowo-Gibran sebagaimana putusan KPU beberapa lalu, maka pada Oktober 2024 mendatang pasangan calon nomor urut 2 itu akan segera dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2024-2029.

Tentunya ketika Prabowo-Gibran telah dilantik maka akan segera membangun pemerintahan dengan dukungan partai politik yang mendukungnya saat pemilu lalu. Namun ada sejumlah tokoh yang menginginkan agar pemerintahan Prabowo-Gibran untuk merangkul PDIP yang menjadi lawan saat pertarungan Pilpres lalu.

Menanggapi hal tersebut, Kordinator Tim Hukum Merah C. Suhadi yang juga bagian dari relawan pemenangan Prabowo-Gibran pun menyampaikan pendapatnya. Menurut Suhadi, terkait keberadaan PDIP biarkan partai itu berada dalam oposisi, sebagai penyeimbang atau alat kontrol bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Kalau saya melihat menjadi sangat ideal apabila PDIP berada dalam garis oposisi. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa pertimbangan diantaranya yang sangat mendasar, diantaranya adalah ketidakcocokan Bu Mega dengan Pak SBY, karena saat ini jelas Pak SBY ada di dalam koalisi Prabowo-Gibran,” katanya di Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Lanjut Suhadi, kemudian saya melihat di sini ada perseteruan yang kuat antara Pak Jokowi dan Ibu Mega, jadi tidak mungkin jika hal itu dilanjutkan. Selain itu, di dalam koalisi Prabowo-Gibran ada keluarga Cendana yang dulu katanya menjadi rivalnya Ibu Mega. Jadi dengan pertimbangan itu menejadi pas kalau PDIP berada di garis oposisi,” terangnya.

“Dan yang terakhir saya lihat tipikal Pak Prabowo dan Ibu Mega ini juga banyak yang menjadi pembeda, dimana Pak Prabowo adalah orang yang selalu humanis dan menerima silaturahmi. Sedangkan Bu Mega kan beda sifatnya lebih keras, tidak mudah menerima perbedaan dan cenderung suka menyerang,” ujarnya.

Maka dari itu, sambung Suhadi, PDIP dengan Ibu Mega nya sudah tepat kalau berada di oposisi. Bukan itu saja, idealnya dalan sebuah pemerintahan ada partai yang menjadi Oposisi, jangan semua ngumpul di pemerintahan jadi tidak baik. Hal tersebut pun sekalian untuk menguji PDIP yang katanya partai paling hebat dan berkarakter, nah kita uji apakah benar demikian selama 5 tahun ke depan akan menjadi penyeimbang yang baik,” ucapnya.

“Saya melihat selama mereka berada di dalam pemerintahan 10 tahun ini hampir tidak ada yang dikerjakannya, karena saya melihat mereka hanya cari aman saja. Makanya sekarang kita ingin lihat jika ada dalam oposisi akan seperti apa nantinya,” tuturnya.

Suhadi menjelaskan apakah ini benar partai wong cilik atau partai apa? Untuk itu saya mendukung kepada Pak Prabowo orang yang kami pilih dalam konteks ini untuk menentukan sikap agar Bu Mega dan partainya dibiarkan sebagai oposisi.

“Mungkin itu juga yang terbaik daripada seperti saat ini mereka meragukan pemerintahan Prabowo-Gibran mau apa. Alangkah baiknya Pak Prabowo lebih mementingkan kemajuan suatu negara daripada hanya 1 partai politik yang kemungkinan akan membuat koalisi jadi tidak nyaman,” ucapnya.

“Lebih baik Pak Prabowo melaksanakan program-program yang telah dicanangkan sebelumnya seperti makan siang gratis dilaksanakan, hilirisasi dikerjakan dengan baik dan dipikirkan dari sekarang. Kemudian IKN dilanjutkan dan program lainnya dilaksanakannya untuk rakyat itu jauh lebih baik ketimbang memikirkan PDIP untuk ikut bergabung di dalam pemerintahan,” pungkas pendiri Negeriku Indonesia Jaya (Ninja).