TRENGGALEK,NUSANTARAPOS – Pemerintah Kabupaten Trenggalek secara resmi mengajukan keberatan terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan 13 pulau sebagai bagian dari wilayah administratif Kabupaten Tulungagung. Keberatan ini dilayangkan karena keputusan tersebut dinilai tidak sesuai dengan kondisi geografis di lapangan.
Kepala Bagian Pemerintahan Setda Trenggalek, Teguh Sri Mulyanto, menyampaikan bahwa surat keberatan tersebut akan diantar langsung oleh Sekretaris Daerah Trenggalek, Edy Soepriyanto, ke Kementerian Dalam Negeri pada Kamis (19/6/2025).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!“Besok ke kementerian (Kemendagri) untuk menyampaikan surat sekalian jagongan,” ujar Teguh saat diwawancarai pada Rabu (18/6).
Teguh menjelaskan bahwa permasalahan ini bermula sejak keluarnya Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 mengenai pemutakhiran data wilayah administratif. Dalam dokumen tersebut, 13 pulau dimasukkan ke dalam Kabupaten Tulungagung. Namun, berdasarkan Perda RTRW Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Trenggalek, wilayah tersebut tercatat sebagai bagian dari Trenggalek.
“Setelah itu kami menempuh jalur keberatan lewat Pemprov Jatim yang kemudian beberapa kali memfasilitasi pertemuan, termasuk dengan pihak Kemendagri di Jakarta,” jelasnya.
Sebagai bentuk tindak lanjut, Pemkab Trenggalek bahkan mengundang langsung tim dari Kemendagri untuk survei lokasi. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa 13 pulau itu secara geografis lebih dekat dengan pesisir Trenggalek dibandingkan Tulungagung. “Padahal hasil verifikasi di lapangan, Kemendagri sendiri juga sudah mengakui bahwa itu lebih dekat ke Trenggalek,” ungkap Teguh.
Langkah serius dalam melakukan upaya protes dan keberatannya atas keputusan Kemendagri, Teguh mengatakan bahwa Pemkab Trenggalek lebih memilih menempuh melalui jalur administratif terlebih dahulu. Meski keputusan akhir tetap berada di tangan pimpinan Kemendagri. Teguh menyebut bahwa jika upaya administratif ini tidak berhasil, Pemkab Trenggalek mempertimbangkan opsi hukum melalui PTUN.
“Namun untuk menunjukkan keseriusan, surat ini akan diantar langsung oleh Sekda dengan tanda tangan Bupati,” tegasnya.
Polemik tapal batas seperti ini bukan hal baru di Indonesia. Sebelumnya, kasus serupa juga pernah terjadi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.