EVENT  

Rangkaian HUT Ke-60, Kompas Gelar Talkshow Bertajuk “Menggali Peradaban, Menapak Masa Depan”

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Sebagai rangkaian dari perayaan HUT ke-60 Harian Kompas (Kompas.id) pada 28 Juni 2025 yang mengusung tema “Mencerahkan Indonesia”, Harian Kompas bersama Kementerian Kebudayaan menggelar talkshow bertajuk “Menggali Peradaban, Menapak Masa Depan”, Senin (30/6/2025).

Tema “Mencerahkan Indonesia” sendiri difokuskan pada upaya merespons fenomena
“brain-rot” serta kekhawatiran akan meningkatnya disinformasi, misinformasi, dan malinformasi yang mengancam daya pikir publik. Menjawab tantangan tersebut, talk show ini menjadi ruang reflektif untuk menelusuri kembali nilai-nilai warisan budaya dengan mendorong literasi dan refleksi sebagai bekal membentuk masa depan bangsa yang lebih berakar dan tercerahkan.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Diskusi yang diselenggarakan di Bentara Budaya Jakarta ini menghadirkan beragam perspektif dari dunia jurnalistik, kebudayaan, hingga literasi kreatif, dan sukses menghidupkan kembali kesadaran akan pentingnya memelihara ingatan kolektif bangsa.

Acara dibuka dengan sambutan dari Pemimpin Redaksi Harian Kompas Haryo Damardono yang menekankan bahwa di tengah derasnya arus informasi digital, peran media dan kebudayaan menjadi semakin krusial dalam menjaga kejernihan berpikir masyarakat.

“Kita membutuhkan ruang yang tidak hanya informatif, tetapi juga mencerahkan. Warisan budaya dan sejarah memiliki kekuatan untuk menjadi jangkar nalar publik,” ujarnya.

Selanjutnya, Direktur Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kementerian Kebudayaan Restu Gunawan memberikan sambutan sekaligus membuka forum diskusi dengan pidato yang menyoroti pentingnya menjadikan kebudayaan sebagai kekuatan strategis bangsa. Ia menggarisbawahi program-program prioritas kementerian, seperti revitalisasi situs bersejarah, pelestarian tradisi lokal, serta penguatan budaya digital sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan.

“Kita tidak boleh membiarkan budaya terpinggirkan oleh modernitas. Justru dari situlah kita bisa menjawab tantangan zaman,” tegasnya.

Dalam sesi diskusi, arkeolog Ali Akbar mengungkap bahwa temuan-temuan terbaru, seperti penanggalan karbon dari situs Muara Jambi dan lukisan gua prasejarah di Leang Karampuang, Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa jejak peradaban Nusantara jauh lebih tua dari yang selama ini diyakini. Ia menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar sebagai salah satu peradaban tertua dunia, namun menghadapi tantangan besar dalam pelestariannya.

“Warisan ini menyimpan pengetahuan dan nilai yang sangat relevan untuk membentuk arah bangsa. Tantangannya adalah bagaimana menjadikannya menarik bagi generasi muda. Karena itu, saya aktif di media sosial untuk membuat diskursus arkeologi lebih populer dan mudah diakses,” jelasnya.

Sementara itu, penulis Dhianita Kusuma Pertiwi membahas bagaimana sastra dapat menjadi medium efektif untuk merekam dan menghidupkan kembali narasi budaya. Ia menekankan pentingnya menggali naskah-naskah kuno Indonesia dan menjadikannya sumber inspirasi dalam penulisan sastra kontemporer.

“Di dalam kearifan lokal, kita menemukan kekayaan tema, sudut pandang, dan nilai yang bisa berbicara lintas budaya,” kata Dhianita.

Ia juga menyampaikan bahwa penerjemahan menjadi salah satu cara strategis agar karya sastra Indonesia bisa menjangkau pembaca global tanpa kehilangan kekhasan lokalnya.

Acara talkshow ditutup dengan seremoni pemotongan pita yang secara simbolis menandai dibukanya Pameran Jurnalistik Kompas. Pemotongan pita dilakukan oleh Direktur Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kementerian Kebudayaan Restu Gunawan bersama Pemimpin Redaksi Harian Kompas Haryo Damardono. Pameran ini menjadi pengingat bahwa masa lalu bukan sekadar cerita, melainkan fondasi hidup dalam perjalanan bangsa.

Melalui forum ini, Harian Kompas dan Kementerian Kebudayaan menunjukkan langkah konkret dalam mengangkat warisan budaya sebagai kekuatan strategis bangsa. Talkshow ini menjadi kontribusi nyata untuk membangun masa depan yang lebih berakar, tercerahkan, dan berdaya saing, sejalan dengan semangat “Mencerahkan Indonesia” di usia Kompas yang ke-60.