LIPI Gelar Penelitian Terhadap Teripang

Jakarta, Nusantarapos – Guna mendapatkan data-data bio-ekologi, perdagangan dan pengelolaan biota laut terancam punah seperti teripang, LIPI melalui Pusat Penelitian Oseanografi melakukan penelitian dengan tema besar “Biota
Terancam Punah”.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Dirhamsyah, dalam dua dekade terakhir telah terjadi pergeseran jenis teripang tangkapan (species shifting) yang mengindikasikan bahwa jenis tertentu sudah semakin sulit ditemukan di alam.

“Tersedianya data-data bioekologi teripang diharapkan dapat menjadi dasar dalam penyusunan regulasi untuk melindungi eksistensinya,” terang Dirhamsyah.

Saat ini LIPI melakukan riset teripang untuk mendukung ketahanan pangan melalui pengembangan purwarupa sediaan cair makanan kesehatan menggunakan ekstrak etanol teripang jenis Stichopus vastus sebesar satu persen untuk satu liter produk. Persentase tersebut menghasilkan kadar mineral yang cukup tinggi, yaitu besi (Fe) sebesar 90,38 mg/kg, kalium (K) 949,2 mg/kg, kalsium 18,2 mg/kg dan natrium (Na) 5647,6 mg/kg, juga termasuk kadar glukosamin sulfat sebesar 4,529 g/100g.

“Purwarupa tersebut berhasil memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BPOM yaitu minim kadar mikroorganisme dan tidak mengandung logam berat,” terang peneliti Pusat penelitian Oseanografi LIPI, Ana Setyawati.

Riset lainnya terhadap teripang juga melibatkan jenis Holothuria scabra dan Stichopus noctivagus. “Uji kandungan vitamin menunjukkan bahwa kedua jenis tersebut mengandung vitamin E. Sedangkan uji kandungan mineral diketahui kalsium pada H. scabra adalah yang tertinggi kadarnya, sebaliknya pada S. noctivagus didominasi oleh mineral natrium,” papar Ana.

Untuk teknologi budidaya teripang Balai Bio Industri Laut LIPI di Mataram, Nusa Tenggara Barat telah memulai riset teknologi budidaya teripang jenis Holothuria scabra (teripang pasir) sejak tahun 2011.

“Teknologi pembesaran yang dilaksanakan mencakup budidaya di laut dengan sistem sea ranching, budidaya tambak, dan budidaya pembesaran untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan industri perikanan teripang terhadap stok alam,” ujar Muhammad Firdaus dari Balai Bio Industri Laut LIPI.

Dirinya menjelaskan, saat ini, panti benih Balai Bio Industri Laut LIPI telah mampu menghasilkan 100 ribu ekor anakan setiap tahunnya.

“Anakan teripang ini telah dimanfaatkan oleh berbagai pemangku kepentingan untuk
kegiatan litbang, kegiatan konservasi, maupun kegiatan usaha budidaya pembesaran,” jelas Firdaus.

LIPI juga mengembangkan budidaya multitrofik yang menggabungkan komoditas teripang pasir, bandeng dan rumput laut Gracilaria sp., yang merupakan jenis rumput laut yang baru dimanfaatkan di Indonesia, dalam satu tambak.

“Melalui berbagai pendekatan dan inovasi dalam budidaya teripang pasir, diharapkan keseimbangan populasi teripang pasir di alam tetap terjaga, sekaligus tetap memenuhi kebutuhan pasar dan mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir,” tutup Firdaus.