Tangerang, Nusantarapos.co.id – Teriakan dan sikap panik pedagang dan warga di sekitar Pasar Barokah sempat membuat Jalan Raden Fatah di bilangan Ciledug-Tangerang macet.
Meski hanya beberapa detik namun getaran tanah di sekitar pasar yang berdiri di atas lahan sengketa itu sangat terasa sekali.
“Tolong ada gempa, ayo keluar dari rumah dan lapak jika mau selamat,” terdengar teriakan warga saling bersahutan, Jumat (2/8/2019) malam.
Berdasarkan keterangan dari Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Gempa bumi (BMKG) yang diambil dari situs bmkg.go.id, gempa tersebut terpusat di daerah Sumur, Provinsi Banten. Menurut Daryono, gempa yang terjadi semalam di Provinsi Banten, merupakan kelompok gempa dangkal.
Dia beralasan gempa tersebut akibat adanya deformasi bantuan dalam Lempeng Indo-Australia. Belum lagi disebutkan getaran gempa itu juga bisa dirasakan mulai dari Yogyakarta dan Banyuwangi.
“Karakteristik gempa merata seperti itu, biasanya (pusat) gempanya ada di bagian dalam dari zona subduksi. Atau istilah geologinya intra-slab,” kata Kepala BMKG Daryono kepada wartawan saat dihubungi, Jumat (2/8/2019) malam..
Menariknya, begitu getaran gempa itu sudah tidak terasa, para pedagang dari berbagai komoditi yang tadi berlarian kembali masuk ke dalam pasar. Beberapa pedagang dari komoditi sayur-mayur yang berjalan melewati parkiran sempat bertanya kepada petugas keamanan.
“Mas apa benar lokasi lahan pasar tempat kita mencari nafkah ini ternyata ilegal akibat statusnya masih sitaan di Kejagung. Itu seperti yang ditulis di artikel berita yang saya baca 2 hari lalu yang tersebar di grup-grup. Artikel berita yang mengungkap status dari pasar ini, dan masih di blokir kegunaannya oleh Kejaksan dan BPN. Jika tidak diselesaikan dikhawatirkan akan memicu kemarahan para pedagang yang merasa ketipu beberapa kali,” kata salah satu pedagang sayuran ke petugas keamanan di lahan parkiran Pasar Barokah, Jumat Malam (2/82019).
Pedagang sayuran berinisial J itu mempertanyakan jika memang harus dirinya diusir dari Pasar Barokah tersebut, menegaskan akan membongkar siapa oknum-oknum yang meminta uang sebesar 15 Juta dan 20 Juta kepada setiap pedagang jika ingin memiliki lapak dan berdagang di pasar itu.
Pria yang berkomunikasi dengan logat Jawa ini menambahkan uang Rp.15 juta yang dikenakan ke pedagang belum termasuk pungutan liar yang dilakukan setiap harinya oleh pihak pengelola pasar.
“Kira-kira dalam sehari itu kami dari pedagang harus setoran 15 ribu ke pengelola. Menurut mereka pungutan itu untuk keamanan, kebersihan dan juga keamanan,” kata pedagang sayuran berinisial J yang tidak ingin namanya dimuat media.
Hasil Parkir Diduga Kuat Tidak Disetor ke Pemerintah
Jika memang pasar ini harus ditutup oleh pemerintah kareana statusnya tidak jelas, J berniat akan menggalang persatuan antar sesama pedagang untuk menuntut pengelola pasar mengembalikan uang 15 juta milik mereka. Dia beralasan, ini kali keduanya para pedagang merasa dirugikan oleh pemilik lahan dan pihak pengelola.
“Tolong pengelola pasar itu menjelaskan kepada kami status pasar ini seperti apa,” kata J.
Di sisi yang lain, J menuturkan pola kerja para pedagang di Pasar Barokah, Lembang. Menurut J, para pedagang sudah mempersiapkan dagangannya pada pukul 19:30-20:00 WIB. J menambahkan setelah persiapan selesai biasanya para pedagang langsung ‘bertarung’ masing-masing mencari rejeki yang halal sampai pukul 06:00 WIB.
“Di atas waktu itu biasanya barang-barang yang ada tinggal barang sisa. Dan biasanya diobral,” jelas J kepada wartawan.
J mempertanyakan hasil parkiran yang ada di pasar itu. Dia menduga hasil dari parkiran yang dibuka dalam 24 jam itu tidak ada kontribusinya ke pemerintah setempat.
“Pasarnya aja 24 jam nggak pernah sepi, nah parkirannya juga sama. Harganya bervariasi, untuk motor dikenakan tarif Rp.2.000, untuk mobil itu Rp. 5.000 dan mobil angkut barang dikenakan biaya Rp. 12.000. Hasil parkiran dalam 1×24 jam itu minimal Rp. 2 Juta. Diduga kuat, hasil parkir tidak ada kontribusinya ke pemerintah,” katanya J.
Sementara itu penanggungjawab dalam pengelolaan pasar dari PT DB, Wawan saat dihubungi telepon genggamnya guna menanyakan kegelisahan para pedagang di Pasar Barokah, enggan memberikan jawabannya.
“Sekali lagi saya tidak tahu apa-apa urusan pasar, silakan bapak bertanya kepada pemilik lahan langsung, TB Komarudin,” kata Wawan diujung telepon saat ditanyakan tentang keresahan para pedagang di pasar yang dikelolanya.
Sayangnya, saat dihubungi wartawan, ahli waris lahan sengketa, TB Komarudin juga tidak membalas pesan dan menjawab teleponnya.