Aktivis Lingkungan (JAMPILKLIM), Gelar Aksi Longmarch

Foto : Puluhan Aktivis Lingkungan melakukan aksi longmarch menuju titik Nol Yogyakarta, Jum’at (27/9/19) Siang. (Aka)

 

NUSANTARAPOS, JOGYA – Puluhan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (JAMPIKLIM) Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar aksi longmarch menuju titik Nol Yogyakarta, Jum’at (27/9/19).

Dalam aksinya ini, mereka menyikapi tentang keikutsertaan Indonesia yang pada tahun 2015 ikut menandatangani Kesepakatan Paris mengenai perubahan iklim (Conference of Parties/COP) ke-21.

Menurut mereka,dalam kesepakatan itu sama sekali tidak memihak pada pelestarian lingkungan terutama dampak dari perubahan iklim yang kian terasa bagi mahluk hidup.

Ketua Walhi Yogyakarta Halik Sandra mengatakan, tingkat pencemaran lingkungan semakin tinggi terlebih dengan adanya kebakaran hutan yang belum padam hingga saat ini.

“Kebakaran hutan yang terjadi disejumlah daerah di Indonesia, akan berdampak pada pencemaran lingkungan karena asap yang dikeluarkan akan dapat merubah struktur iklim yang telah ada,” terangnya pada Nusantarapos saat melakukan aksi longmarch, Jum’at (27/9/19) siang.

Lanjut Halik, Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah merilis luas lahan yang terbakar di Provinsi Riau mencapai 49.266 hektar, Kalimantan Tengah mencapai 44.769 hektar, Kalimantan Barat mencapai 25.900 hektar, Kalimantan Selatan mencapai 19.490 hektar, sedangkan untuk Sumatera Selatan mencapai 11.826 hektar dan Jambi mencapai 11.022 hektar.

“Dari data BNPB itu sudah jelas bahwa hutan dan lahan ini bukan terbakar akan tetapi dibakar demi kepetingan sejumlah perusahaan besar dan perlu dicari siapa yang membakar dan di konsensi lahan siapa? ,” jelasnya disela-sela aksi.

Proses penghancuran hutan dan pengeboran tanah dalam aktivitas pemenuhan energi nasional membuat rakyat kehilangan kampungnya, bahkan tempat untuk anak-anak bermain pun telah hilang, sejarah asal usul dengan tanahnya, sampai meninggalnya nyawa anak-anak yang tidak berdosa didalam lubang tambang.

Menurut Halik, saat bumi sudah semakin rusak, pencemaran lingkungan juga terus terjadi, terlebih dengan sampah plastik yang terbuang pada aliran sungai. Indonesia termasuk negara yang menyumbang sekitar 150 juta ton sampah di laut perharinya.

“Semua harus segera dihentikan, negara harus dapat membuat regulasi baru tentang penyelamatan bumi dari segala macam anacaman yang akan mempercepat perusakan lingkungan serta perubahan iklim dunia,” tegasnya.

Dalam aksinya massa JAMPIKLIM membawa sejumlah poster dan spanduk yang bertuliskan tentang penyelamatan bumi dan sejumlah tuntutan.

Tuntutan mereka diantaranya pemerintah harus menata kembali kebijakan investasi yang merusak hutan dan lahan, meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan seperti angin dan matahari serta menertibkan perilaku industri yang mencemar lingkungan dan merusak bumi.

Mereka juga mengajak kepada seluruh masyarakat agar dapat bersama-sama menjaga bumi sebagai rumah bersama. (AKA).