JATENG,NUSANTARAPOS,- Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Siberkreasi Indonesia, dan Deloitte menawarkan empat area kompetensi yang terdiri dari Digital Skills, Digital Culture, Digital Ethics dan Digital Safety.
Rosita Budi Indaryanti, S.Pd., M.Pd, Pengawas SMP Dinas pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Sukoharjo mengatakan, Digital Skill adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta sistem operasi digital.
“Sedangkan Digital Culture adalah kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Rosita dalam diskusi virtual bertema “Cermat Bermain Media Sosial” yang diselenggarakan Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Selasa (16/5/2023).
Sementara itu, lanjut Rosita, Digital Ethics adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Dan, Digital Safety adalah kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Dia menjelaskan, Digital Culture dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital.
“Menjadikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital. Mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital,” tuturnya.
Kata Rosita, budaya digital harus dapat menjadi penguat karakter berbangsa manusia modern. Perkembangan teknologi akan membuat manusia menjadi semakin banyak belajar dan berinovasi dalam perkembangan dirinya.
Namun, dia mengingatkan, bahwa arus informasi yang datang dapat mempengaruhi pola pikir dalam diri seseorang. Karena itu, kemampuan mencerna informasi yang positif yang masuk dalam diri seseorang dipengaruhi oleh pendidikan karakter.
“Kekuatan pendidikan karakter dapat mempengaruhi cara berpikir dalam memanfaatkan segala arus informasi yang diterapkan sehingga dapat memiliki nilai-nilai budaya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya mencontoh budaya dari luar saja, tetapi mempergunakan internet untuk pengembangan budaya nasional,” pungkasnya.
Sementara itu, Tim Riset dan Publikasi Seknas Jaringan GUSDURian, Muhammad Pandu mengatakan dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultur. Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru tentang etika. Maka dari itu segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital.
Dia menyebutkan, menurut laporan tahunan Micosoft bertajuk Digital Civility Index (DCI) tahun 2020, menyimpulkan bahwa warganet Indonesia paling tidak sopan se-Asia Tenggara.
Indonesia menempati ranking terbawah di ASEN dalam hal kesopanan di dunia digital, dan ranking 29 dari 32 negara.
Adapun ruang lingkup etikal digital, kata Pandu, yaitu Kesadaran, Integritas, Tanggung Jawab, dan Kebajikan.
“Kesadaran yaitu melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan, Integritas adalah kejujuran, menghindari plagiasi, manipulasi, dan sebagainya, Tanggung Jawab adalah kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya, dan Kebajikan yaitu hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan,” terangnya.
Pandu menyatakan, kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.
Pembicara lainnya, Dr Citra Rosalyn dari Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Makassar mengatakan, mengutip dari We are Social Hootsuite per Februari 2023 di Indonesia terdapat 212,9 juta pengguna internet, naik 5,2% atau 10 juta dari 2022.
Diketahui juga, kelompok umur 13-18 tahun menjadi yang paling hobi berselancar di dunia maya. Kemudian disusul oleh kelompok umur 19-34 tahun, yang perbedaannya cukup tipis. Lalu disusul kelompok umur 35-54 tahun.
Selain itu, berdasarkan survei Penetrasi Internet dan Perilaku Pengguna Internet di Indonesia 2018 yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan 49% pengguna internet pernah dirisak (di-bully) dalam bentuk diejek atau dilecehkan di media sosial. Sedangkan pengguna internet yang tidak pernah dirisak sebesar 47,2%.
Respons pengguna internet terhadap aksi bullying bervariasi. Sebanyak 31,6% pihak yang dirisak membiarkan tindakan tersebut. Sementara, pengguna internet yang merespons dengan membalas sebesar 7,9%.
Ada juga pengguna yang menghapus ejekan tersebut sebanyak 5,2%. Dan, pengguna internet yang melaporkan tindakan tersebut kepada pihak yang berwajib hanya 3,6%.
Berdasar paparannya di atas, Citra menyebutkan, literasi digital adalah jawaban yang disebutkannya tadi, dan menjadi individu yang cakap bermedia digital.
Sebagai informasi, berdasarkan survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori ‘Sedang’ dengan angka 3.54 dari 5,00.
Dan, perlu diketahui, Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia menggelar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), salah satu programnya adalah #MakinCakapDigital.
Informasi mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page, dan Kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.