Cyberbullying: Apa Itu dan Bagaimana Cara Menghentikannya?

Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id – Individu yang cakap bermedia digital yaitu yang mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam lanskap digital, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.

Aina Masruri dari Komunitas Digital Kaliopak mengatakan berdasarkan hasil riset Digital Civility Index pada Mei 2020 oleh Microsof, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara paling tidak sopan se-Asia Pasifik dalam bermedia digital.

Diketahui juga, 27% pengguna internet di Indonesia pernah mengalami hate-speech, 43% pernah mendapatkan hoax atau penipuan, dan 13% pernah menjadi korban diskriminasi.

“48% perilaku tidak sopan dilakuka oleh orang asing, 24% dalam kurun waktu satu minggu sebanyak 24% mengalami perilaku tidak sopan di dunia digital,” kata Aina Masruri dalam diskusi bertema “Cyberbullying: Apa Itu dan Bagaimana Cara Menghentikannya” di acara Festival Literasi Digital 2023 Segmen Pendidikan Wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan sekitarnya yang digelar di Pelataran Kantor DPRD Kota Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (13/6/2023).

Lalu, bagaimana cara mengatasi bullying? Pertama, meminta bantuan dari orang yang dapat dipercaya seperti orang tua. “Bila aksi bullying terjadi di sekolah, hubungi guru,” ujarnya.

“Jika terjadi di media sosial, blokir akun pelaku dan laporkan,” sambung Aina.
Lanjut Aina, penting juga dilakukan menyetel mode akun privat. Dan, berpikir terlebih dahulu sebelum mengunggah konten. “Lindungi identitas diri, dan jika melihat aksi bullying, simpan bukti dan laporkan ke platform media sosial bersangkutan,” saran Aina.

Ada pun prinsip-prinsip warganet yang bijak saat bermedia digital yaitu menghormati privasi, berfikir sebelum berbagi atau berkomentar, menghindari penyebaran rumor dan informasi palsu, berperilaku sopan dalam komunikasi online, menggunakan privasi dengan bijak, membangun reputasi digital yang positif, dan menghindari ketergantungan berlebihan pada teknologi.

Di kesempatan yang sama, AKBP Feria Henri Widyoriani dari Polres Salatiga mengatakan, cyberbullying berkaitan dengan transaksi elektronik dan ada ancaman hukumnya.

“Cyberbullying adalah adalah tindakan di jejaring yang dilakukan dengan tujuan untuk menakuti, membuat marah atau mempermalukan orang yang menjadi sasaran, dilakukan berulang-ulang,” jelas AKBP Feria.

Kata AKBP Feria, dampak dari cyberbullying yaitu memberikan dampak psikologis pada korban seperti timbul perasaan tidak tenang, tidak aman, sedih, takut, malu dan tidak percaya diri. Selain itu berpengaruh pada akademis korban yang merasa kurang konsentrasi dalam belajar.

Dia pun memberikan tips agar terhindar dari cyberbullying, yaitu pahami etika bermedia sosial. “Prinsip etika dalam bermedia sosial di antaranya menghormati privasi dengan tidak membagikan informasi pribadi yang sensitif atau merugikan orang lain tanpa izin mereka, bersikap sopan, hindari penggunaan kata-kata kasar, ancaman, pelecehan, atau komentar yang menghina, dan berbagi informasi yang akurat, bukan hoax. Verifikasi kebenaran sebelum membagikan informasi, serta berpikir sebelum memposting, pastikan konten tidak melanggar hukum,” tuturnya.

“Hargai perbedaan pendapat, jangan berdebat yang dapat memicu pertengkaran, jaga keberagaman, hindari hal-hal yang merugikan orang lain, jaga batasan waktu untuk menghindari kecanduan media sosial, dan hargai hak cipta orang lain,” tambahnya.

AKBP Feria mengatakan, payung hukum cyber crime di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2000 tentang ITE.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Salatiga, Drs Budi Prasetiyono, M.Si mengatakan, budaya bermedia digital merupakan konsep yang menggambarkan bagaimana teknologi dan internet membentuk cara individu berinteraksi, berperilaku, berpikir dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat. “Di dalam ruang digital, kita dihadapkan pada kebebasan berekspresi,” ujarnya.

Lalu, dia menyebutkan, hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) diketahui bahwa tingkat penyebaran internet di Indonesia pada 2022 sebesar 77,02%. Namun, Microsoft mengumumkan tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020, netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara alias paling tidak sopan, dengan nilai Digital Civility Index (DCI) 76 poin.
“Salah satu penyebab indeks keberadaban digital netizen Indonesia yang buruk adalah masih maraknya cyberbullying,” ungkap Budi.

Lebih mengejutkan lagi, menurut timesindonesia.co.id, pada tahun 2022 UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) merilis data bahwa sebanyak 45% dari total 2.777 responden anak Indonesia mengaku telah menjadi korban cyberbullying atau perundungan lewat dunia maya.

“Oleh karena itu pemahaman digital culture, khususnya cyberbullying menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan ruang digital yang nyaman untuk semua penggunanya guna mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital,” jelasnya.

Pembicara lainnya, Gilang Jiwana Adikara, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyarankan agar kita tidak menjadi korban kejahatan di media digital maka harus melakukan pencegahan.

“Kelola privasi di media digital, jaga kerahasiaan password, hindari perilaku buruk di media online, jangan mudah merespons atau terpantik emosi, saling melindungi dan mengingatkan, juga dampingi teman yang menjadi korban,” kata Gilang.

Sedangkan penindakan yang harus dilakukan jika menjadi korban cyberbullying yaitu melaporkan akun atau postingan ke pengelola situs, laporkan akun atau postingan ke admin grup, mencari bantuan ke orang atau pihak yang bisa dipercaya, dan laporkan ke pihak berwajib.

Sebagai informasi, adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.