Pacitan, Nusantarapos – Pria itu bernama Chaerul (53), kelahiran Kediri Jawa Timur dan tinggal di Ngadirojo ikut sang isteri yang dikenalnya di Rantau, Surabaya. Melalui jalan kehidupan yang terjal dan berliku, peternak kambing dengan dua putera itu telah merasakan asam garam kehidupan. Sejak dari yang paling sederhana hingga yang rumit. Dari perkara yang gembira hingga yang lumayan getir. Sampai pada akhirnya, Irul, demikian ia biasa di sapa, terjerat pasal 281 KUHP tentang asusila.
“Saya mengaku salah, saya khilaf. Semoga pengalaman di bui beberapa tahun yang lalu bisa sedikit mengurangi dosa-dosa saya,” papar Irul, saat di jumpai awak media di gubuk bekas warung Banyu Mili, Bangunsari. Selepas dari penjara ia tidak lagi memiliki tempat tinggal, rumah satu-satunya di Ngadirojo telah di lelang Bank Mandiri.
Menyambung kisah pilunya, Irul mengenang peruntungannya yang kurang mujur di Surabaya dulu. “Kemudian saya memboyong keluarga ke Ngadirojo. Nasib baik lantas mendekati keluarga saya setelah mendapatkan sertifikat peternakan kambing seusai mendalami pelatihan dari Universitas Brawijaya. Maka, hampir semua teknologi ternak kambing dari hulu hilir saya paham. Termasuk ikut menjadi cikal bakal kontes kambing Etawa maupun Bor di Pacitan, guna menumbuhkan minat masyarakat sgar semakin giat beternak kambing. Hasilnya, kini mulai di rasakan masyarakat terutama wilayah Ngadirojo,” ungkapnya.
Seiring dengan geliat ternak kambing itu, melalui layanan suntik inseminasi, pakan, kesehatan ternak dan sebagainya, Irul berhasil membangun rumah. Bahkan membangun beberapa kios di lahan milik desa. Tidak untungnya, ada saudari isteri yang biasanya bekerja padanya mengganggu imannya. Terjadilah peristiwa kelam dalam hidupnya. Pelanggaran pasal 281 KUHP yang berujung di terali besi.
“Saya mau selesaikan dengan cara kekeluargaan. Bahkan isteri saya menyuruh menikahinya. Tetapi, ada beberapa orang yang memang menghendaki saya dipenjara, termasuk dari saingan usaha. Ya, saya terima sebagai ujian hidup,” ungkapnya.
Selepas dari bui, sekira 3 bulan lalu, Irul masih harus tinggal di Pacitan, tidak boleh keluar kota. Kebingungan tempat tinggal ia di tampung oleh teman-teman peternak kambing. Akhirnya, ia tersambung dengan Rahmah Hidayati pemilik Banyu Mili melalui Prayitno, ASN di Inspektorat Daerah yang mengetahui kisah hidup Irul sampai terdampar di Bangunsari.
“Saya sangat berterima kasih kepada bu Rahmah yang telah memberikan izin tinggal di Banyu Mili. Semoga kebaikan bu Rahmah dibalas pahala berlipat Gusti Allah. Ini saya tanam-tanami pakan kambing di sekitaran halaman, agar siapa yang membutuhkan bisa ambil. Saya hanya ingin memberikan manfaat bagi sesama, terutama untuk para peternak kambing. Siapa tahu kelak siksa saya bisa diringankan oleh Allah … ” sambil berkaca-kaca.
Irul pun hanya bisa ke masjid untuk bersahur atau berbuka, terkadang ada juga orang di sekitar yang mengasih nasi dan sayur. Para pembaca yang berkenan membantu bisa menghubungi kontak 082142966428. (Bahtiar)