DAERAH  

Gagal Serap Anggaran, Komisi I Soroti Perencanaan Dinas di Trenggalek

TRENGGALEK, NUSANTARAPOS – Besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021 sebesar Rp 224 milyar menjadi sorotan Komisi I DPRD Treggalek, Jawa Timur.

Sorotan tersebut disampaikan Komisi I dalam pembahasan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang laporan pertanggungjawaban (LPJ) Bupati Trenggalek tahun anggaran 2021.

“Rapat hari ini kita mencermati anggaran tahun 2021 yang tidak terserap, karena sisa anggaran tahun kemarin sangat besar,” ungkap Alwi Burhanudi selaku Ketua Komisi I DPRD usai rapat, Selasa (12/7/2022).

Disampaikan Alwi, dari total Silpa sekitar Rp 224 milyar kali ini komisi I memberikan sorotan lebih kepada silpa belanja pegawai. karena dalam paripurna, penyampaian pandangan umum fraksi sebagian besar menyoroti bersarnya silpa.

Sementara di sisi lain, pemerintah butuh belanja modal untuk pelaksanaan pembangunan. Terutama pada insfrakstruktur yang masih sangat minim, bahkan banyak insfrastruktur yang rusak namun kondisi ini tidak seimbanh dengan adanya silpa yang sangat besar.

“Kita masih dalami adanya silpa sekian besar ini akibat apa, karena jika cermat dalam perencanaan, silpa itu bisa di alokasikan ke kegiatan yang perlu dilaksanakan,” tuturnya.

Alwi dalam hal ini silpa terjadi sebagian besar disumbang pada belanja pegawai, dari kecurigaan itu silpa harus di ulas besarannya. Karena silpa di belanja pegawai total tercatat sekitar 6 – 10 persen, selain itu pelaksanaan kegiatan diluar belanja pegawai juga tetap menjadi sorotan.

Dicontohkannya, terdapat anggaran yang tidak terealisasi karena tidak ada dasar untuk memberikan atau menyerap anggaran tersebut. Seperti di Kecamatan Trenggalek, ada program pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan yang kegunaannya ditujukan kepada RT di lingkup kelurahan.

“Anggaran itu tidak terserap akibat tidak ada dasar hukum untuk merealisasikan, padahal anggaran sudah disediakan,” ungkap Alwi.

Jadi program ini memang berbeda dengan Desa, kalau Desa anggaran itu bisa diserap dengan mengacu dasar hukum peraturan desa atau lainnya. Sedangkan pada kelurahan acuan dasar hukumnya langsung dari pemerintah kabupaten atau dari Bupati.

Karena dasar hukum itu tidak ada, akhirnya alokasi untuk honor RT di tingkat kelurahan tidak terserap. Bahkan anggaran sudah di siapkan, tapi untuk di realisasikan tidak berani karena tidak memiliki dasar hukum.

“Dalam hal ini kami mempertanyakan perencanaanya bagaimana, karena sudah tahu tidak ada dasar hukum namun tetap di anggarkan dalam APBD,” terangnya.

Diimbuhkan Alwi, dalam program pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan Tahun 2021 dalam APBD dialokasikan sekitar Rp 3,366 milyar, terserap Rp 2,726 milyar sehingga menyisakan anggaran sekitar Rp 638 juta.

Anggaran itu untuk program di kecamatan trenggalek pada lima kelurahan. Intinya anggaran itu tidak terserap karena harus mengikuti peraturan bupati atau lainnya karena langsung dibawah bupati. (Rudi)