Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id –
Perkembangan teknologi digital yang kian masif menuntut kecakapan masyarakat dalam berdigital. Melalui program #MakinCakapDigital, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menggelar berbagai kegiatan yang bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat.
Kali ini, Selasa (21/3), diskusi online mengangkat tema “Mengenal Literasi Digital Sejak Dini”, dengan tiga narasumber yakni Sarjoko, M.A, Sekretaris Nasional Jaringan GUSDURian, Eka Y Saputra seorang konsultan teknologi informasi, dan Sani Widowati selaku Educator at Where There be Dragons.
Dalam pemaparannya Eka Y Saputra menyatakan pentingnya pengetahuan tentang digital sejak dini yang berhubungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Tentunya wajib hafal sila-sila pada Pancasila. Jika itu sudah dipastikan, selanjutnya bisa diterapkan dalam berteknologi digital,” kata Eka.
Dia mencontohkan, Sila pertama Pancasila, ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, yaitu dengan mengkonsumsi konten-konten untuk memperdalam pengetahuan tentang agama, dan menggunakan media digital untuk menyebarkan nilai-nilai agama.
“Sila kedua pada Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,mengaplikasikannya di dunia teknologi digital dengan bersikap sopan santun dan toleransi terhadap perbedaan pendapat,” ujarnya.
“Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Kita harus mengatakan kepada seluruh dunia melalui media digital, bahwa kita bangga sebagai rakyat Indonesia. Selain itu, kenalkan kekayaan budaya kita ke seluruh dunia, dan atasi perbedaan, utamakan persatuan,” sambungnya.
Di bidang politik, kata Eka, melalui media digital kita dapat mengenali para pemimpin dan wakil rakyat. Terpenting, media digital menjadi sebagai alat untuk mengontrol dan mengawasi kebijakan. Eka menyebut hal ini terkait dengan sila keempat Pancasila.
Sila kelima ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’. Menurutnya, kehadiran dan berkembangnya teknologi digital membuat kesempatan seluruh rakyat Indonesia menjadi sama.
“Membuka peluang yang kerja atau bisnis bagi setiap warga sehingga diharapkan akan tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Sarjoko, M.A menyebutkan jumlah pengguna internet Indonesia pada tahun 2022 mencapai 204,7 juta pengguna. Namun, ungkapnya, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 mengungkapkan bahwa dari tiga subindeks Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IPTIK) Indonesia yaitu akses dan infrastruktur, intensitas penggunaan, dan keahlian/kecapakan, subindeks keahlian yang skornya paling rendah.
Kata dia, sebagai pilar dalam indeks informasi dan literasi data, masyarakat Indonesia dipandang perlu dalam mengakses, mencari, menyaring, dan memanfaatkan setiap data dan informasi yang diterima dan didistribusikan dari dan berbagai platform digital yang dimilikinya.
Menurut Sarjoko, individu yang cakap bermedia digital adalah yang mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam berteknologi digital, seperti mesin pencarian, aplikasi percakapan, media sosial, transaksi digital sebagaimana mestinya.
Pembicara lainnya, Sani Widowati mengatakan, literasi tidak hanya membaca dan menulis. Tapi juga kemampuan seseorang untuk memahami, melibatkan diri, menggunakan, menganalisis, dan mengubah atau memodifikasi teks.
Katanya, di era industri 4.0, literasi memiliki banyak variasi, salah satunya literasi digital. Lanjut Sani, kunci utama literasi digital ada 4 yaitu dapat menggunakan, dapat memahami, dapat melindungi, dan dapat berkomunikasi.
Sani pun mengingatkan agar menjaga etika di ruang digital dari hal-hal negatif merupakan tugas bersama. Adapun yang bisa kita lakukan adalah bijak menggunakan internet. “Jangan mudah terpancing, mengecek kebenaran dan sumber informasi, jangan asal komen dan share,” tuturnya.
Sani kembali mengingatkan, dalam dunia digital tidak hanya mengancam perangkat, tapi juga mengancam individu. Kebocoran data pribadi dan privasi bisa berakibat fatal, karena itu perlu dibatasi hal-hal yang bisa diakses oleh orang lain. Dan, jangan membuat konten digital yang kurang pantas.“Lakukan peninjauan ulang privasi,” saran Sani.
Dia juga menyarankan para orang tua untuk berperan dalam literasi digital, di antaranya melakukan pengawasan karena minimnya pengetahuan orang tua terhadap teknologi dan penggunaannya.
Diungkapnya, dampak negatif internet terhadap anak tidak hanya disebabkan dari luar, tetapi juga dapat muncul dari dalam diri sendiri dan keluarga.
Lalu, bagaimana para orang tua dapat memulai mengenalkan literasi digital? Sani menyarankan para orang tua memilihkan aplikasi, permainan atau situs yang boleh diakses oleh anak-anaknya.
“Orang tua perlu memberikan batasan dengan membuat jadwal waktu online anak. Dampingi dan mengedukasi terkait kegiatan online pada anak,” pungkasnya.
Sebagai informasi, adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page, dan Kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.