SEMUA  

Indonesia Nomor 1 Negara dengan Kasus Cyberbullying Terbanyak di Dunia

Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id – Tahukah anda,Indonesia menjadi negara dengan kasus cyberbullying terbesar di dunia. Fakta itu diungkapkan Dr. Lintang Ratri Rahmiaji, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro (UNDIP) dan anggota JAPELIDI.

Kata Lintang Ratri, berdasarkan penelitian Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), bahwa 49% dari 5.900 responden mengaku pernah di-bully di internet. Selebihnya, 47,2% belum pernah di-bully, dan 2,8% tidak menjawab.

Dia pun memaparkan, 77% masyarakat adalah pengguna internet, dan 60,4% adalah pengguna media sosial (medsos).
“Rata-rata pengggunaan internet per harinya 7 jam 42 menit, dan rata-rata pengguna medsos per harinya selama 2 jam 53 menit,” kata Lintang Ratri dalam diskusi bertema “Etika Berjejaring: Jarimu Harimaumu!” di acara Festival Literasi Digital 2023 Segmen Pendidikan Wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan sekitarnya yang digelar di Pelataran Kantor DPRD Kota Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (13/6/2023).

Lanjut Ratri, aplikasi WhatsApp yang paling populer di masyarakat, yakni penggunanya sebanyak 92%. Sedangkan aplikasi TikTok rata-rata penggunaannya dalam satu bulan selama 29 jam.
Sedangkan rata-rata tingkat literasi digital masyarakat Indonesia berada di angka 3,49%, artinya sedang. “Yang terbagi dalam beberapa bagian yaitu, cakap berinternet 3,44%, aman berinternet 3,10%, berbudaya saat berinternet 3,90%, dan etis dalam berinternet 3,53%,” jelasnya.
Dia lalu membicarakan tentang privasi. Dia menyarankan agar privasi terjaga tidak membagikan atau memperlihatkan data pribadi dan dokumen yang sifatnya rahasia ke medsos.

Adapun data pribadi yang harus dilindungi seperti nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, alamat rumah, NIK (Nomor Induk Kependudukan), dan kombinasi antar data.

“Juga jangan membagikan informasi tentang keluarga kita, data keuangan pribadi, NPWP, paspor, kartu ATM, SIM, dan sebagainya,” ujar Ratri.
Sedangkan jejak digital terkait dengan postingan, pencarian di Google, menonton di YouTube, pembelian di marketplace, jalur ojek online, games online, aplikasi yang diunduh, situs web yang dikunjungi, musik online, dan sebagainya.

Selanjutnya, Ratri membicarakan tentang hoax. Diberitahunya, Google kini bisa mengartikan berbagai bahasa, seperti bahasa Jawa dan Sunda.
Katanya, untuk memastikan informasi yang kita terima hoax atau bukan caranya dengan mengecek kebenarannya ke sumbernya atau pihak yang berwenang.
“Cek pada media yang kredibel, sudah terdaftar di Dewan Pers, bisa juga mengecek pada situ pencari fakta seperti www.turnbackhoax.id atau www.cekfakta.com,” kata Ratri.
“Bisa juga kita gabung di grup Facebook, Forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax (FAFHHH), instal aplikais Hoax Buster Tools, dan cek ke Kalimasada (WA Mafindo) atau chatbot untuk fungsi jenis,” tambahnya.

Pembicara lainnya, Penjabat (Pj) Wali Kota Salatiga, Drs. Sinoeng N Rachmadi, MM mengatakan dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural. Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru tentang etika. Maka, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital.

Sinoeng menegaskan, agar tidak melakukan melanggar etika dalam berinternet (Netiket) maka setiap individu perlu dibekali kompetensi literasi digital.
“Literasi digital mencakup etiket berinternet yaitu tata krama menggunakan internet yang mencakup cara menulis dengan ejaan yang benar dan sopan, tidak menggunakan huruf kapital semua, menghargai hak cipta orang lain, menghargai privasi orang lain, jangan menggunakan kalimat yang vulgar, dan sebagainya,” jelas Sinoeng.

Kata Sinoeng, kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.

Sementara itu, Eka Y Saputra, konsultan teknologi dari Lesbumi PBNU mengatakan remaja yang cerdas dan kreatif digital adalah yang berinternet dengan ceria dan menyerap ilmu pengetahuan positif.
“Pilih jaringan yang ramah, menyenangkan, sesuai minat dan cita-cita, jauhi obrolan toxic yang mengandung kebencian, ingat keluarga, juga sahabat di dunia nyata. Dan, sebarkan konten berguna untuk bersama,” ujar Eka.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga, Nunuk Dartini, S,Pd, M.Si mengatakan budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Maka pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Nunuk juga menyatakan, jatidiri kita dalam ruang budaya digital tak berbeda dengan budaya nondigital. Tapi, digitalisasi budaya memungkinkan kita mendokumentasikan kekayaan budaya Digitalisasi Budaya dapat menjadi peluang untuk mewujudkan kreativitas.
Menurut dia, setiap warga negara memiliki hak mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan informasi melalui media digital. Tapi, ada tanggung jawab juga yang harus dilakukan, yaitu menjaga hak-hak atau reputasi orang lain dan menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, atau kesehatan dan moral publik.

“Kesimpulannya, dunia digital adalah dunia kita sekarang ini. Mari kita isi dan menjadikannya sebagai ruang yang berbudaya, tempat kita belajar dan berinteraksi, tempat anak-anak kita bertumbuh kembang, sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa, hadir dengan bermartabat,” pungkasnya.

Sebagai informasi, adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.