Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id – Perkembangan teknologi informasi di dunia terus berkembang secara masif. Pengguna Internet Indonesia mencapai 202juta pengguna. Perubahan gaya hidup menjadi serba digital menawarkan kemudahan dan kepraktisan dalam melakukan berbagai aktivitas, sehingga membuat masyarakat menjadi nyaman dan percaya dalam melakukan aktivitas keuangan digital yang sebelumnya dianggap berisiko tinggi.
Di sisi lain tingginya aktivitas digital juga membuka potensi buruk, seperti penipuan dan pencurian akun, maka Diperlukan pemahaman masyarakat terkait keamanan digital.
Dr Bevaola Kusumasari, dosen senior Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan, keamanan digital adalah sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman.
“Tidak hanya mengamankan data yang kita miliki, tapi juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia,” kata Bevaola dalam diskusi daring bertema “Waspada Kejahatan Seksual di Ruang Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informasi(Kemenkominfo) bekerja sama Siberkreasi Indonesia, Rabu (29/3/2023).
Menurut Bevaola, digitalisasi telah mempengaruhi budaya karena munculnya internet sebagai bentuk komunikasi massal, dan meluasnya penggunaan komputer pribadi dan perangkat lain seperti smartphone.
Namun, media digital yang cenderung instan seringkali membuat penggunanya melakukan sesuatu dengan tanpa sadar, sehingga menyebabkan terjadinya suatu yang tidak bagus.
Ia menyebutkan salah satu dampak yang tidak bagus di ruang digital yaitu kejahatan atau pelecehan seksual.
Muncul pertanyaan, mengapa pelecehan seksual bisa terjadi? Bevaola menyebut salah satu pemicu terjadinya pelecehan seksual di dunia maya karena identitas dan data pribadi tersebar di internet. Istilah pelecehan seksual yang terjadi di ranah digital adalah Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Dia pun menyarankan untuk tidak melakukan Sex-Testing (Sexting), yaitu aktivitas mengirimkan atau mengunggah konten seronok seperti foto setengah telanjang atau telanjang, juga tidak menuliskan teks bermuatan seksual.
Selain itu, disarankan juga tidak melakukan penyebaran foto, suara/audio, atau ujaran yang berisi konten seksual milik seseorang tanpa persetujuan orang tersebut.
“Salah satu bentuk yang sering kita dengar adalah Revenge Porn atau penyebaran konten intim milik seseorang sebagai bentuk balas dendam atau ancaman,” jelasnya.
Bevaola menyebutkan dampak yang diderita korban pelecehan seksual di ranah digital yaitu menjadi trauma yang sangat mendalam.
Sedangkan bagi orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) UU tentang Pornografi akan dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp3 miliar.
Sementara itu, Ubaidillah Fatawi, Konsultan Teknologi Pendidikan mengatakan internet dapat membantu manusia dalam menjalin hubungan dan kerja sama dan memangkas durasi waktu sehingga lebih cepat dan memperpendek antara wilayah yang berjauh.
Namun, lanjutnya, internet bisa juga dijadikan alat untuk kejahatan, contohnya penipuan, transaksi narkoba, kejahatan seksual, dan sebagainya.
Selain itu, berdasarkan studi UNICEF bertajuk “State of the World’s Children 2017: Children in a Digital World”, internet meningkatkan risiko kerentanan anak terhadap penyalahgunaan informasi privat, akses konten berbahaya dan cyberbullying.
Dia pun mengungkapkan perilaku remaja di internet yaitu 50% membagikan alamat surel, 30% membagikan nomor telepon, 14% membagikan alamat rumah, 39% tidak mengaktifkan setelan privasi pada akun media sosialnya, dan 52% mengaktifkan GPS sehingga mudah ditemukan.
Ubaidillah mengungkapkan, berdasarkan survei yang dilakukan Oxford Union, 71.8% pelajar di Inggris pernah menonton konten porno. “Survei lain di Inggris menyebutkan anak usia 11-14 tahun pernah menonton konten pornografi. Berdasarkan survei tersebut, 4 dari 10 anak akibat menonton konten pornografi memberikan dampak hubungan mereka dengan orang lain,” paparnya.
Dia pun memberikan tips memilih teman yang aman di medsos yaitu melihat mutual friends, melihat aktivitas di profilnya, apakah ada orang lain yang menyukai dan mengomentarinya. Lalu, cari tahu tentang orang tersebut di platform media lainnya. Dan, jangan ragu menolak pertemanan apabila profil orang tersebut mencurigakan.
Di kesempatan yang sama, Kepala Cabang Dinas Pendididikan Wil II Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Yuni Indriarti Rahayu, SE, MM mengimbau agar menjadikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital.
“Mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital,” imbuhnya.
Dia menyatakan sepakat bahwa hak asasi manusia menjamin tiap warga negara untuk mengakses, mengunakan, membuat, dan menyebarluaskan konten atau informasi di media digital. Tetapi, ada hak dan tanggung jawab yang harus dijaga.
“Menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, privasi orang lain. Menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat atau kesehatan dan moral publik, serta tidak menyebarkan hoax,” ujar Yuni.
Untuk diketahui, Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia menggelar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), salah satu programnya adalah #MakinCakapDigital.
informasi mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page, dan Kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.