Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id –
Plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan atau pendapat orang lain dan menjadikannya seolah-olah buatannya sendiri. Di ruang lingkup media digital, plagiarisme kerap terjadi.
Anang Masduki, dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menjelaskan, plagiat adalah perbuatan atau percobaan memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya dengan mengutip sebagian atau seluruh karya pihak lain yang kemudian diakui sebagai karyanya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.
Kata Anang, kita dapat mencegah praktik plagiarisme yaitu dengan cara menjaga keamanan digital.
“Pastikan keamanan perangkat digital yang kita miliki, keamanan identitas, keamanan psikologis, dan keamanan rekam jejak,” kata Anang dalam diskusi bertema “Jangan Asal Copy-Paste, Yuk Hindari Plagiarisme” yang dilaksanakan secara dari oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Rabu (29/3/2023).
Selain itu, Anang menyarankan agar dilakukan pengawasan dan pengendalian secara rutin.
“Ganti password secara berkala, gunakan kombinasi, aktifkan Two Factor Authentication (2FA), gunakan VPN jika menggunakan Wifi publik, dan backup data dan anti virus,” ujarnya.
Cara lainnya menjadi korban plagiarisme yaitu memblokir profil orang yang terdeteksi penipu atau penyebar hoax, dan batasi siapa yang dapat menemukan Anda melalui pencarian online.
“Log out setelah setiap sesi, jangan terima permintaan pertemanan dari orang yang tidak dikenal, dan jangan klik link yang mencurigakan. Kita harus menerapkan kehati-hatian secara maksimal saat berbagi apa pun secara online,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Pemda D.I. Yogyakarta, Dr Didik Wardaya, S.E, M.Pd mengatakan, Dalam ruang digital kita akan berinteraksi, dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural. Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru tentang etika.
“Maka, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital,” katanya.
Soal plagiarisme, Didik menyebut ada beberapa jenis, yaitu mengakui tulisan, gagasan, temuan atau karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri.
Jenis plagiarisme lainnya yaitu menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan berbeda tanpa menyebutkan asal usulnya.
“Meringkas dan memfrasekan (mengutip tidak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, juga termasuk plagiarisme,” tuturnya.
Jenis plagiarisme lainnya yaitu menggunakan tulisan oran lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas, dan mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya.
Didik pun menyarankan, agar tidak dicap sebagai plagiarisme maka harus memastikan sumber bacaan dan dapat dierpcaya, lalu cantumkan dalam daftar pustaka.
“Kemudian lakukan parafrase, menggunakan ide atau gagasan orang lain dengan bahasa dan kalimat sendiri. Dan, cantumkan sumber kutipan jika itu merupakan ide, gagasan dan tulisan orang lain,” ujar Didik.
“Mengurai kalimat lebih detail, mengelaborasi kalimat interprestasi, perbanyak membaca sehingga tumbuh interprestasi dan pemahanan sendiri,” tambahnya.
Didik juga menyarankan agar melatih kemampuan diri akan Saintifik Learning, yaitu mengamati, bertanya, menalar, mencoba dan melaporkan.
Pembicara lainnya, Ibnu Novel Hafidz, S.Sos., MM mengatakan, dunia digital telah menyatu dengan kehidupan manusia. Transformasi digital adalah pintu masuk perubahan, dan manusia adalah agen perubahan.
Diakuinya, digitalisasi memberikan kemudahan untuk mengakses informasi, juga mengakses karya orang lain. Sehingga, kemudahan ini bisa membuat banyak orang terlena, sehingga praktik plagiarisme atau mengambil karya orang lain tanpa izin kerap terjadi. Ibnu mewanti-wanti, perilaku plagiarisme digital berisiko terkena sanksi pidana karena melanggar Undang-Undang.
Ibnu pun menjelaskan dengan apa yang dimaksud hak cipta. Katanya, kepemilikan hak cita memberikan hak ekslusif kepada pemiliknya untuk menggunakan karya.
“Saat seseorang membuat sebuah karya asli, yang terpasang tetap pada media penyimpanan fisik, maka dia secara otomatis memiiki hak cipta atas karya tersebut,” terangnya.
Plagiarisme, kata Ibnu lagi, dikategorikan sebagai mencuri karya seseorang. Dan pelakunya bisa dijerat sanksi pidana. “Hal itu diatur dalam Pasal 11 UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta, yang ancaman hukumannya paling lama 4 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar,” jelas Ibnu.
Dia memberikan tips agar tidak terjebak menjadi plagiat dan asal copy paste. “Bersikap jujur, bangun rasa percaya diri, jika mengutip lakukan parafrase dan cantumkan sumber referensinya,” katanya.
“Karya orang lain bukan patokan yang harus kamu tiru persis. Buatlah karya kamu dengan gaya kamu sendiri. Minta pendapat orang yang lebih berpengalaman,” sambung Ibnu Novel.