Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id –
Budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Kepala MAN 2 Banyumas Muhamad Siswanto mengatakan pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus dijadikan sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
“Pengetahuan dasar Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika akan mendorong perilaku mencintai produk dalam negeri dan kegiatan produktif lainnya,” kata Siswanto dalam diskusi virtual yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bertema “Literasi Digital dalam Meningkatkan Profil Siswa Madrasaha Pancasila Rahmatan Lil Alamin”, Senin (10/4/2023).
Dia pun menjelaskan yang dimaksud dengan profil pelajar Pancasila yaitu pelajar yang sepanjang hayat berkompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila.
“Hal ini menunjukkan adanya paduan antara penguatan identitas khas bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, sebagai rujukan karakter pelajar Indonesia dengan kompetensi dalam konteks perkembangan Abad 21,” jelasnya.
Kata Siswanto, profil pelajar Pancasila merupakan bentuk penerjemahan tujuan pendidikan nasional yang berperan sebagai referensi utama yang mengarahkan kebijakan-kebijakan pendidikan termasuk menjadi acuan untuk para pendidik dalam membangun karakter serta kompetensi peserta didik.
Dia menyebutkan, profil pelajar Pancasila terdiri dari enam dimensi. Pertama, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. Dan, kedua, bersikap mandiri,” tuturnya.
“Selanjutnya berjiwa gotong-royong, berkebhinekaan global, bernalar kritis, dan berjiwa kreatif. Dimensi tersebut perlu dilihat secara utuh sebagai satu kesatuan agar setiap individu dapat menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila,” sambungnya.
Lalu, yang dimaksud dengan pelajar Rahmatan lil Alamin adalah pelajar Pancasila yang bertakwa, berakhlak mulai, serta moderat dalam beragama.
Secara khusus sosok pelajar Rahmatan lil Alamin ini mampu mengejawantahkan 10 nilai-nilai berikut ini. “Berkeadaban (ta’addub), Keteladanan (qudwah), Kewarganegaraan dan kebangsaan (muwaṭanah), Mengambil jalan tengah (tawassuṭ), Berimbang (tawāzun), Lurus dan tegas (I’tidal), Kesetaraan (musawah), Musyawarah (syura), Toleransi (tasamuh), dan Dinamis dan inovatif (tathawwur wa ibtikar),” paparnya.
Untuk mewujudkan itu, Siswanto mengatakan, pelu dibuat projek penguatan profil pelajar di Madrasah. Projek tersebut, dijelaskannya, akan melakukan pembelajaran lintas disiplin ilmu untuk mengamati dan memikirkan solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitarnya.
“Kami menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis projek (project based learning). Projek ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar dalam situasi yang fleksibel dan interaksi,” terangnya.
“Projek ini bertujuan menguatkan berbagai kompetensi dalam profil pelajar Pancasila, bukan untuk mencapai CP bidang studi,” tambah Siswanto menjelaskan.
Pembicara lainnya, Muhammad Mustafid, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Aswaja Nusantara Mlangi mengatakan saat ini telah terjadi perubahan dari analog ke digital.
Digitalisasi adalah inovasi model bisnis dan proses yang memanfaatkan teknologi digital di berbagai ranah dan sektor kehidupan. Maka dari itu, terjadi restrukturisasi level sistemik yang terjadi di bidang ekonomi, kelembagaan dan masyarakat.
Ia pun menyatakan sependapat dengan Muhammad Siswanto, bahwa pelajar Pancasila harus bertakwa kepada Tuhan YME, berkebhinnekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Namun, lanjut Mustafid, para pelajar Pancasila harus membekali diri dengan Digital Skill, yaitu kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital.
Tak hanya itu, diperlukan juga Digital Ethic dan Digital Safety. Dijelaskannya, Digital Ethic adalah kemampuan dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette). Sedangkan Digital Safety adalah kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, diperlukan juga kemampuan Digtal Culture yakni kemampuan dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kata Mustafid, individu yang cakap bermedia digital dinilai mampu mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam lanskap digital, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.
Sementara itu, translator yang juga content writer dari Kaliopak Digital Yogyakarta, Zulfan Arif, mengatakan dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural. Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru tentang etika. Maka dari itu, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital.
Dia pun menyinggung soal keberagaman ragam suku, budaya, kepercayaan dan agama di Indonesia. Menurut dia, etika dan toleransi sudah ada dan tertanam sejak lama. Hal itu tertuang dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
“Etika dan saling menghargai merupakan salah satu cara untuk melawan tindak-tindakan intoleran yang mengancam kesatuan negara Indonesia. Dalam Q.S. AL-HUJURAT: 1 berbunyi ‘Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…,” tuturnya.
Menutup pemaparannya, Zulfan Arif mengatakan bahwa konsep Rahmatan Lil Alamin mengajarkan kepada umat muslim untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta, bukan hanya untuk sesama manusia, melainkan juga untuk makhluk lain dan lingkungan, termasuk di ruang-ruang digital.
Sebagai informasi, berdasarkan survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori ‘Sedang’ dengan angka 3.54 dari 5,00.
Dan, perlu diketahui, Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia menggelar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), salah satu programnya adalah #MakinCakapDigital.
Informasi mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page, dan Kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.