Jawa Tengah, Nusantara pos.co.id –
Dalam ruang digital kita akan berinteraksi, dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural. Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru tentang etika. Maka, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital.
Dr Ernest Septyanti, SE, M.Si, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XIII Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, mengatakan dalam bermedia sosial harus dibekali dengan kompetensi literasi digital.
Adapun yang dimaksud dengan kompetensi literasi digital adalah mampu mengakses informasi sesuai netiket (etika) di platform digital, dan mampu menyeleksi, juga mennyeleksi informasi saat berkomunikasi di platform digital.
“Juga mampu membenteng diri dari tindakan negatif di platform digital, mampu memproduksi dan mendistribusikan informasi di platform digital, dan memiliki kompetensi memverifikasi pesan sesuai standar netiket,” kata Ernest Septyanti di acara diskusi virtual bertema “Apa Benar Media Sosial Bikin Insecure?” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Jumat (19/5/2023).
“Kompetensi lainnya yaitu, berpartisipasi membangun relasi sosial dengan menerapkan netiket dan mampu berkolaborasi data dan informasi dengan aman dan nyaman di platform digital,” sambungnya.
Kata Ernest lagi, dalam bermedia sosial kita harus sadar melakukan sesuatu dan memiliki tujuan. Selain itu, harus memiliki integritas, tanggung jawab dan berbuat kebajikan.
Ernest mengingatkan, kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya
Menurut Ernest, internet adalah anugerah, tetapi bisa menjadi bencana jika teknologi mengendalikan manusia. Karena itu, etika hadir sebagai “seorang” bijak, yang mengingatkan hakikat teknologi sebagai anugerah bagi manusia.
Sementara itu, Bambang Kusbandrijo, dosen Universitas 17 Agustus 145 Surabaya mengatakan, media sosial juga bisa bikin insecure. Diungkapkannya, dari hasil penelitian terhadap 110 remaja berusia sekitar 17-20 tahun terungkap bahwa hampir lebih dari 50% responden yang menjawab pertanyaan menunjukkan bahwa mereka insecure terhadap diri mereka. Mereka “menuding” fisik dan media sosial menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi kadar insecure.
Dia menyebut, kadar insecure pada diri seorang remaja sangat mempengaruhi kepercayaan diri. Kadar insecure juga disebabkan dari tinggi rendahnya rasa mencintai diri sendiri.
“Jadi, opini orang lain dan media sosial sangat berpengaruh terhadap kadar insecure mereka. Insecure juga dapat berakibat fatal pada mental dan kemampuan branding seseorang,” tuturnya.
Bambang mengatakan, rekam jejak digital yang tidak bisa hilang harus kita pertanggungjawabkan. Jangan sampai unggahan lama menjadi masalah di kemudian hari.
Dia mewanti-wanti, jika tidak bijak menggunakan media sosial atau aplikasi sama saja menghancurkan diri sendiri.
Bambang kemudian memberikan tips Digital Resilience yaitu internet memiliki beragam konten, blokir aplikasi pembelian dan nonaktifkan pilihan pembayaran di gawai, jangan mudah percaya dengan informasi yang tersebar di internet, melakukan dialog atau berdiskusi dengan orang tua, dan keseimbangan dunia online dengan offline.
Sebagai informasi, Digital Resilience merupakan kemampuan individu dalam berinteraksi, bertahan dan beradaptasi dari berbagai situasi sulit, ancaman serta hal-hal negatif dari media online.
Lalu, bagaimana cara mengatasi insecure? Ari Ujianto, Staf Pengembangan Kapasitas di JALA PRT mengatakan pertama yang harus kita lakukan adalah bersyukur atas apa yang kita punya. Setelah itu, fokus pada kelebihan diri dan mengembakan kekurangan diri.
“Dan, jadikan kisah sukses orang lain sebagai penyemangat,” ujarnya.
Dia menambahkan, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menyebutkan bahwa dari tiga subindeks Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia yaitu akses dan infrastruktur, intensitas penggunaan, dan keahlian/kecakapan, subindeks keahlian yang memiliki skor paling rendah.
Dijelaskannya, individu yang cakap bermedia digital akan mampu, mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam lanskap digital, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.
Sebagai informasi, berdasarkan survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori ‘Sedang’ dengan angka 3.54 dari 5,00.
Dan, perlu diketahui, Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia menggelar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), salah satu programnya adalah #MakinCakapDigital.
Informasi mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page, dan Kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.