TRENGGALEK, NUSANTARAPOS, – Rapat lanjutan digelar oleh Komisi III DPRD Trenggalek dalam membahas rancangan peraturan daerah (Ranperda) laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2022 bersama Bappeda dan Dinas PUPR, Kamis (6/7/2023).
Dalam rapat tersebut Komisi III kembali meminta klarifikasi adanya beberapa silpa yang terjadi di tahun 2022. Klarifikasi tersebut untuk melihat bagaimana kinerja Bappeda dalam sebuah etalase perencanaan pembangunan daerah.
Pranoto Ketua Komisi III DPRD Trenggalek usai rapat menjelaskan bahwa rapat kali ini merupakan rapat lanjutan dari rapat beberapa hari lalu yang belum sempat di sampaikan, kali ini rapat digelar bersama Bappeda dan PUPR.
Poin catatan untuk salah satunya bahwa Bappeda merupakan etalase, sehingga proses perencanaan baik buruknya tentu harus di lihat dulu kerja dalam proses perencanaan di lingkup Bappeda, sehingga ini merupakan uji kinerja untuk Bappeda.
“Ada anggaran Rp 10 miliar lebih dalam realisasi sekitar 94 persen artinya ada silpa sekitar 607 juta, dan kita juga telah melihat penjabaran anggaran nya,” kata Pranoto.
Disampaikan Pranoto ternyata ada efisiensi yang dilakukan oleh Bappeda seperti efisiensi mamin, dalam hal ini Bappeda membuat kebijakan untuk rapat jika kurang dari jam 12 hanya mendapatkan snack saja.
Sehingga itu menjadi salah satu bentuk kinerja yang bagus, selain itu juga tentang barang belanja barang habis pakai juga menjadi silpa. Maka beberapa pembahasan proses ini akan di jadikan catatan dalam segi anggaran.
“Poin paling penting jangan sampai rakyat menginginkan insfrastruktur namun yang di anggarkan malah sosialisasi,” pintanya.
Sedangkan untuk PUPR diterangkan Pranoto, karena banyak program yang wajib dan perlu tindaklanjut seperti mengawal perpres sehingga persiapan dalam rapat sebelumnya masih kurang ada waktu.
Alhamdulillah hasilnya dalam rapat kali ini ada jawaban bahwa dari BPJN dan perpres telah ada anggaran untuk jalan dan jembatan yang sudah selesai. Jadi saat ini sudah proses tender dan selesai.
“Untuk Silpa Rp 50 miliar tadi bersumber dari mana telah disampaikan, karena hanya ada catatan dimana paling banyak dari PEN dan DAK,” tutur Pranoto.
Dimana perlu diketahui anggaran pinjaman PEN sebesar Rp 100 miliar sudah terserap Rp 70 miliar, hal itu disebabkan ada yang putus kontrak melampaui tahun anggaran dan sisa hasil tender.
Namun dikatakan Pranoto, silpa Rp 30 miliar itu hanya catatan karena kembali ke pusat. Sedangkan untuk DAK ada silpa Rp 20 miliar, karena silpa terikat maka juga kembali kepada pusat.
Selain itu belanja operasi juga bagian dari Rp 50 miliar, semua di rinci sesuai aturan. Beberapa hal ini akan menjadi catatan untuk selanjutnya di gunakan dalam perbaikan tahun depan. (ADV)