"
DAERAH  

Mugianto Nilai APBD Trenggalek Belum Cerminkan Pro Rakyat

Mugianto Ketua Fraksi Demokrat saat (Foto: Rudi)

TRENGGALEK, NUSANTARAPOS,- Kecilnya belanja langsung pada postur APBD Trenggalek tahun 2022 mendapat sorotan dari Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPRD Trenggalek. Hal itu berbanding terbalik dengan besarnya sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) di tahun berkenaan.

Menurutnya, belanja langsung tersebut masih di kisaran angka 30 – 35 persen yang dapat diartikan masih dibawah standar normal dari total nilai APBD. Semestinya, belanja langsung yang benar-benar pro rakyat selayaknya di angka 45 persen.

Mugianto selaku Ketua Fraksi Partai Demokrat Trenggalek menyampaikan memang rancangan peraturan daerah (Ranperda) atas laporan pertanggungjawaban (LPJ) APBD Bupati tahun 2022 telah disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda).

Namun pihaknya telah memberikan beberapa catatan yang telah dibacakan seperti silpa yang sangat besar akbiat dari dari kurang cermatnya Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam merencanakan kegiatan.

“Bahkan TAPD tidak dapat memaknai visi misi Bupati dimana APBD harus pro rakyat,” ucap Mugianto, Kamis (13/7/2023).

Mugianto juga menegaskan, dalam catatan yang telah dibacakan, ada beberapa hal yang harus di ingatkan kembali agar tidak terulang kedepannya. Seperti besarnya silpa di tahun 2022 kemarin yang mencapai angka Rp 284 miliar, angka tersebut sangat besar di bandingkan dengan besaran APBD sekitar Rp 2 triliun.

Secara rinci, jika melihat postur APBD tahun 2022 maka belanja yang semestinya bisa dirasakan oleh masyarakat jadi sangat berkurang. Hal itu dapat di hitung dari besaran belanja pegawai, barang dan jasa atau belanja tidak langsung yang bisa dibilang sangat tinggi namun belanja langsung sangatlah sedikit.

“Kami berharap belanja langsung yang di peruntukan kepada masyarakat agar lebih ideal, misal di posisi 45 persen dari APBD,” harapnya.

Mugianto yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi II tersebut menyampaikan, dari evaluasi postur APBD di tahun 2022 ini jangan sampai terulang kembali, dimana rincian anggaran untuk kegiatan belanja langsung hanya sekitar 30 – 35 persen dari APBD.

Dari perhitungan itu bisa di artikan masih sangat dibawah standar normal, apalagi malah berbanding terbalik dengan belanja operasi yang sangat tinggi. Jika dilihat dari persentase itu, nyaris daerah tidak bisa membangun apa-apa.

“Karena belanja langsung yang sangat sedikit, maka masyarakat tidak dapat merasakan banyak atas adanya APBD,” jelasnya.

Mugianto juga menerangkan bahwa jika di lihat dari visi misi Bupati, APBD harus pro rakyat, seharusnya eksekutif bisa menerjemahkan bagaimana APBD pro rakyat dalam pelaksanaan pembangunan.

Dengan catatan itu pihaknya mendorong postur APBD sebesar 45 persen untuk belanja langsung dan 55 persen untuk belanja tidak langsung.

Dimana belanja tidak langsung itu terdiri dari belanja gaji pegawai, perjalanan dinas, honor, kegiatan rapat dan belanja rutin yang masih sangat bisa di tekan.

“Jika itu di tekan maka belanja langsung untuk masyarakat seperti untuk insfrastruktur, bansos, hibah dan kegiatan sosial bisa lebih besar lagi,” ungkap Mugianto.

Dengan catatan tersebut, pihaknya berharap agar TAPD kedepan harus mampu menterjemahkan visi misi Bupati agar APBD pro rakyat bukan malah pro ASN. Alasan itu bisa dilihat, akibat dari salah perencanaan dimana gaji pegawai di tahun 2022 kemarin terdapat silpa sekitar Rp 80 miliar.

Juga ada silpa dari belanja barang dan jasa serta belanja modal, dimana telah disediakan sangat sedikit anggarannya namun malah tidak dapat di eksekusi.

Seperti pada kegiatan bidang bina marga, dengan anggaran sekitar Rp 300 miliar namun malah tidak terserap sebesar Rp 53 miliar. Semestinya silpa dapat digunakan untuk stimulus dan dapat di nikmati masyarakat.

“Namun kenyataannya karena tidak dapat di eksekusi, maka masyarakat tidak dapat menikmati APBD yang katanya pro rakyat itu,” tegasnya.

Diimbuhkan Mugianto, bahkan total silpa di tahun 2022 tersebut mencapai Rp 284 miliar, ini sangat sayangkan karena yang seharunya bisa di gunakan untuk rakyat tidak bisa di nikmati rakyat.

Dengan adanya besaran silpa itu, sebenarnya dirinya telah beberapa kali mengingatkan jangan sampai ada kegiatan yang tidak dapat di esksekusi. Hal itu karena fraksi telah mengetahui anggaran itu sebelumnya.

“Namun titik permasalahannya ini, ada di OPD yang tidak bisa mengeksekusi beberapa kegiatan yang mana telah direncanakan OPD sendiri,” tuturnya. (rudi)