BUDAYA  

Ngobrol Banten Hadirkan Sultan Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni

Serang, Nusantarapos – Yayasan Ngareksa Bhumi Surosowan menyelenggarakan agenda Ngobrol Banten ‘Napak Jejak Kesultanan Banten,’ bertempat di Kafe Terasbamboo, Dalung Kota Serang Banten, Minggu (23/7/2022).

Ngobrol Banten ini berkolaborasi antara Ngareksa Bhumi dengan Dindikbud Provinsi Banten, IKA SMAN Ciruas dan Terasbamboo.

Hadir sebagai Narasumber Sultan Banten Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni, Tokoh Banten Kyai TB Fathul Adzim, Ketua PHRI Banten Ki Ashor Kumar, Budayawan Banten dari Paguyuban Urang Banten Ki Ahmad Yani, Pemerhati Budaya Banten Kang Devi serta
Sejarahwan sekaligus Penulis Muda Banten Kang Aris.

Ketua Penitia Yayasan Ngareksa Bhumi Kang Esa menghaturkan terimaksih kepada para narasumber yang telah hadir dan tamu undangan dari berbagai unsure Pemerintahan Kelurahan Dalung, Muspika Kecamatan Cipocok Jaya, Polsek Cipocok Jaya, Balaipelestari Budaya, Dindikbud Kota Serang dan Provinsi Banten, Komunitas Persilatan, Komunitas Wartawan, NU Jaktim, Forum Taman Baca Banten (FTBM) serta lainnya dari berbagai Komunitas di Banten.

“Ngareksa Bumi mengajak generasi muda umumnya warga Banten agar melek sejarah. Karena Banten memiliki sejarah yang luar biasa dan diakui Dunia jangan sampai hal itu menjadikan warga Banten terlena. Tetapi harus menyerap energinya, dan mewujudkan kembali Banten lebih baik lagi kedepannya. Dari Banten untuk Indonesia menuju Dunia,” kata budayawan Esa menggebu – gebu.

Narasumber Kyai TB Fathul Adzim mengawali pembicaraannya dengan mengutip Qaidah Usul Fiqh ; Merawat yang lama bagus, melaksanakan yang baru lebih bagus atau menjaga tradisi lama sudah baik, dan mengambil tradisi baru lebih baik.

Mengungkap Banten dan Sultan Hasanudin, TB Fathul menjelaskan, Syaikhona Buya Dimyati pernah mengatakan bahwa Sultan Hasanudin bila disandingkan dengan 9 wali, maka 9 wali itu kalah. Kenapa ? Karena Hasanudin itu 3 Dimensi ; sebagi Sulton, Ulama, sekaligus Wali.

Mengungkap Nasab Kesultanan atau Penurus trah Sultan Hasanudin di Banten
sampai dengan saat ini yakni Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni.

“Bicara Nasab, Kesultanan, jangankan dibanten bahkan diseluruh dunia siapapun tidak bisa mengambil atau mengganti Nasab demi kepentingan politik dan kekuasaan atau apapun itu. Begitupun nasab Sultan Banten, harus murni trah keterunan sultan itu sendiri. Maka penting mengetahui siapa keturunan sultan Banten Maulana Hasanudin yang sesungguhnya,” ungkapnya.

Kyai Fathul menegaskan, pentingnya mengkaji sejarah dan mengambil pelajaran dari jejak sejarah itu, demikian pula dengan budaya, adat dan tradisinya untuk mewujudkan peradaban lebih baik lagi kedepannya. Namun perlu diingat, adat budaya itu harus sejalan dengan Qur’an dan Hadits. Perlu dipahami baik – baik, dirinya tidak setuju ada yang mengatakan bahwa Islam adalah Budaya.

“Islam ya Islam, budaya ya Budaya, Nasab ya Nasab. Namun pada intinya bahwa tugas kita di muka bumi ini untuk beribadah kepada Allah. Adapun sejarah dan budaya, jadikan itu sebagai alat untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik kedepannya,” Tuturnya.

Sultan Banten Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni, dalam kesempatannya selaku Narasumber menerangkan, bahwa pada dasarnya adalah tidak bisa begitu saja melupakan sejarah kejayaan Kesultanan Banten. Entitas budayanya itu harus ditonjolkan dan Kesultanan Banten itu sendiri tidak pernah dibubarkan tetapi hanya vakum. “Oleh karenanya, karena keturunannya kan masih ada sampai hari ini, dan pemerintah harus mengakui itu,” terangnya.

Ratu Bagus menuturkan, pelestarian kebudayaan akan secara otomatis terjadi bila Kesultanan Banten yang masih ada diperhatikan. Karena sejarah Kesultanan Banten, jejak – jejak dan peninggalannya diakui Dunia, inilah kejayaan dan kesejahteraan peradaban yang pernah ada di Banten dan itu harus dirawat, perhatikan untuk membangkitkan kembali energinya, “Kalau kata Bung Karno Jasmerah (jangan lupakan sejarah),”

Napak Jejak Kesultanan Banten, sejarahnya diakui dunia, berperadaban luhur serta mampu menciptakan masa kejayaan dan kesejahteraan yang dirasakan oleh seluruh unsure masyarakatnya. Namun kemudian ketika menyikapi kesultanan banten tidak diperhatikan oleh pemerintahnya, memang sangat miris.

“Kami dari kesultanan sedang memperjuangkan itu namun masih belum ditanggapi. Artinya mereka masih mengacu pada norma – norma yang ada dimana bahwa pengganti Kesultanan Banten yang vakum ini, iconnya kan masjid dan menara, jadi dianggapnya bahwa pengurus masjid dan pengurus cagar budaya lainnya itulah yang dianggapnya rujukan untuk kepentingan – kepentingan tentang kebudayaan Banten. Padahal itu kan hanya pengurus bukan rujukan dari pihak Kesultanan semestinya dan ini perlu diluruskan,” terang Sultan.

Ratu Bagus Hendra, menceritakan, vakumnya kesultanan itu ketika Sultan diasingkan ke Surabaya oleh Belanda pada tahun 1832.

Kemudian pada 1946 Kakeknya Ratu Bagus Hendra oleh Bung Karno diijinkan dan diminta kembali ke Banten, kebetulan pada waktu itu beliau sedang menjabat sebagai Direktur Bank Negara yang sekarang Bank Indonesia.

“Kakek saya itu bilang, ke Bung Karno ‘saya kan sedang mengelola keuangan negara,’ Bagaimana kalau saya titipkan saja peninggalan Kesultanan Banten itu termasuk cagar budaya, mesjid, makam dan sebainya itu kepada Kh. TB Ahmad Khotib ayahnya TB Fathul Adzim yang pada saat itu menjabat sebagai Presiden Banten. Dititipkanlah ke TB Akhmad Khotib di Jogja di hadapan Sultan Hamangkubuwono ke IX, mengamanatkan kepada TB Akhmad Khotib sampai keturunannya kembali ke Banten. Nah dalam perjalanannya, TB Akhmad Khotib kan sibuk menjadi Presiden Banten. Ia meminta bantuan kepada keponakannya TB Kuncung,” terangnya.

Ratu Bagus Hendra, menegaskan, untuk membangkitkan Kesultanan Banten itu tentunya, pertama harus diakui dulu oleh pemerintah. Dirinya selaku penurus Kesultanan akan menggalakan kejayaan Kesultanan Banten tidak terlepas dari sejarahnya, kegiatan agamanya, budayanya bagaimana mensejahterakan rakyatnya yang pernah terjadi di banten dulu sangat luar biasa, dan itu harus dibangkitkan kembali energinya untuk kemajuan Banten hari ini dan kedepannya lebih baik. Kedua jadikan Banten berbudaya, berbudi pekerti, memiliki jati diri. Kalau itu sudah melekat dan dijalankan dengan baik pasti ujungnya sejahtera.

“Saya akan lakukan itu, sosialisasi terus berjalan. kebetulan saya sudah diakui oleh kerajaan dunia, se asia pasifik diakui bahkan diangkat jadi ketua. Nah ini akan saya sosialisasikan terus meskipun pemerihtah masih ragu, kita axis saja bakti sosial, santunan yatim piatu jalan terĂ¹s. Karena Moto kesultanan banten yang saya canangkan pertama kali jadikan banten beraqidah dulu.” Tandasnya.

Sementara pada kesempatan yang sama, Narasumber lainnya juga menyampaikan hal yang sama akan penting Sejarah dan Budaya untuk mengenali jati diri dan mewujudkan peradaban yang lebih baik.

Ketua PHRI Ki Ashok Kumar, “Semua adat dan budaya apa saja PHRI terima selama itu halal,” demikian mengawali pembicaraannya.

Ki Ashok menyampaikan, berbicara Banten itu memang hebat, Satu yang kurang dari warga Banten hari ini yaitu kurang kompak, “Karena bisa dikatakan semua ada di Banten, Kalau Banten kompak itu pasti kuat. Hingga tidak menutup kemungkinan untuk mewujudkan kejayaan itu,” ujarnya.

Sedang Penulis Muda Banten Kang Aris, menuturkan, menurutnya untuk membangun marwah kesultanan, pihak kesultanan seharusnya mengumpulkan orang – orang yang mempunyai trah kesultanan agar tidak ada yang mengaku – ngaku keturunan kesultanan dari unsure lain.

Namun yang digaris bawahi oleh Kang Aris adalah bahwa bila ingin menghidupkan kembali marwah kesultanan, konsepsi Perubahan harus terlebih dahulu dibenahi dari dalam secara internal.

“Kemegahan kesultanan dan kemegahan surosowan yang gerbangnya saja itu terbuat dari intan dan berlian itu dari arsip eropa dan francis, dan itu dijelaskan oleh wartawan dan para pedagang waktu itu tercatat di jurnalnya. Jadi Betapa makmur waktu itu. Sekarang pertanyaannya kemanakah itu ? apakah dirampas oleh belanda ? atau bagaimana ? kita tidak tahu. Yang jelas pada kesultanan Banten itu adalah salah satu kesultanam termegah di Nusanatara,” terangnya.

Dikesempatan yang sama Kang Devi, menuturkan, memang harus bisa memilah dan memilih dimana agama berdiri dimana kebudayaan berdiri. Bila ingin berbicara budaya setidaknya harus memahami apa budaya itu sendiri. Meski demikian kebudayaan itu bisa memajukan masyarakatnya dan itu betul sekali.

“Sejarah, Agama, Budaya berikut pemerithannyanmemang harus kita pahami secara mendalam. Agar terciptanya kesejahtraan dan kemakmuran suatau bangsa. Khususnya di Banten.” Ujarnya.

Kemudian Narasumber Ki Ahmad Yani dari Paguyuban Warga Banten, mempertanyakan sebetulnya siapa orang Banten, apakah keterunan ini, keturunan itu, dan sebagainya. Maka disitulah pentingnya mengenal sejarah dan budaya.

“Ciri dari irang Banten itu adalah egaliter, terbuka kepada siapapun, bergaul bersilaturahmi tapi adaptif,” terangnya.

Sampai kemudian di masa Kesultanan Banten itu puncak kerajaan islam. Disitulah bergumul bergaul dari berbagai negara, tidak kuper tidak menutup diri.

“Sikap itulah yang membuat Banten Jaya. Jadi mari kita saling dan kompak untuk mewujudkan kembali kejayaan itu.” Tandasnya. (Rob)