OPINI  

Fenomena Ordal Juga Muncul Selama Era Kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan

Penulis: Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT) Sugiyanto

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Dalam debat Capres 2024, Calon Presiden Nomor Urut 1, Anies Baswedan, menyebut fenomena Ordal alias ‘orang dalam’ sebagai sesuatu yang menyebalkan. Pernyataan kontroversial ini diarahkan kepada Capres Nomor Urut 2, Prabowo Subianto.

Anies Baswedan sebelumnya mencela putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, menyebutnya pelanggaran etika berat. Pernyataannya kini menjadi sorotan terkait fenomena Ordal di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

“Fenomena ‘orang dalam'” merujuk pada individu di dalam lingkungan kerja atau golongan. Dalam konteks ini, istilah tersebut terkait dengan hubungan kekerabatan di dalam struktur kekuasaan, yang dapat menghasilkan tindakan ordal.

Ordal adalah pelanggaran hukum yang sering terkait dengan praktik nepotisme, seperti pemilihan orang dekat sebagai pegawai, meskipun ada kandidat lebih layak.

Juru bicara (Jubir) Tim Sukses Anies-Sandiaga Uno selama Pilgub DKI Jakarta 2017, Anggawira, telah menegaskan fenomena Ordal di era Anies pada media online, Sabtu (16/12/23).

Menurut Anggawira, saat Anies Baswedan menjabat gubernur Jakarta, dia menempatkan ‘ordal’ di sejumlah instansi, termasuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Selain itu juga terjadi dalam penentuan komisaris di BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), melibatkan orang-orang dalam dan anggota tim sukses.

Sebagai contohnya, Anggawira menyebut nama Geisz Chalifa, yang merupakan orang dekat Anies dan pernah menjabat sebagai Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk (PPJA). Selain itu, Anggawira menyinggung nama Thomas Lembong yang juga pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pembangunan Jaya Ancol.

Anggawira juga menyebut nama Usamah Abdul Aziz, yang disebut sebagai orang dekat Anies dan menjadi Anggota TGUPP DKI. Nama lain yang disinggung adalah Rene Suhardono, yang menjabat sebagai Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.

Menurut pemahaman saya, masih banyak nama atau contoh lain yang dapat mencerminkan fenomena Ordal atau Nepotisme selama kepemimpinan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Meski demikian, pernyataan Anggawira sudah cukup mewakili fenomena tersebut.

Mengingat konteks di atas, pernyataan Anies tentang ‘ordal’ menjadi bumerang karena tindakan yang disoroti Anies dalam debat dianggap dilakukan olehnya saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.

Mengenai fenomena Ordal atau Nepotisme, kemungkinan beberapa pejabat pemerintah daerah dan staf administrasi selama kepemimpinan Anies Baswedan diduga terlibat dalam jaringan ‘Orang Dalam’ atau Ordal yang dapat berpotensi merugikan keuangan negara.

Fenomena Ordal atau Nepotisme, yang oleh Capres Anies Baswedan dianggap sebagai hal yang menyebalkan, kini menjadi bumerang. Anies Baswedan diharapkan memberikan respons tegas terhadap tuduhan bahwa dia juga diduga kuat terlibat dalam praktik Ordal atau Nepotisme saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.