Pemprov Jatim Ambil Alih Sengketa 16 Pulau, Pemkab Trenggalek Tunggu Tindak Lanjut

Sekda Trenggalek, Edy Soepriyanto

TRENGGALEK, NUSANTARAPOS– Pemerintah Kabupaten Trenggalek hingga kini masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah pusat terkait status 16 pulau yang kini berada dalam sengketa dengan Kabupaten Tulungagung. Setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menarik sementara status pengelolaan di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemkab menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan secara bijaksana.

“Kami menunggu tindak lanjut. Mungkin akan ada pembahasan yang difasilitasi pemerintah pusat,” ujar Sekda Trenggalek, Edy Soepriyanto, saat ditemui wartawan, Selasa (24/6/2025).

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Ia menambahkan, pihaknya telah mengirim surat permohonan penelaahan administratif terhadap 13 dari 16 pulau yang diklaim masuk dalam wilayah Trenggalek. Namun, sampai saat ini, belum ada pembahasan teknis lanjutan dari kedua kabupaten.

“Ini bukan soal saling mencaplok. Tapi bagaimana masalah ini bisa diselesaikan secara arif. Kita tidak ingin klaim sepihak,” tegas Edy.

Keputusan Kemendagri disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 23 Juni 2025, di mana belum ada keputusan final terkait klaim antara dua kabupaten. Untuk sementara, pengelolaan wilayah tersebut berada di bawah otoritas Pemprov Jatim, sambil menunggu hasil diskusi antara pemerintah daerah dan DPRD masing-masing kabupaten.

Sengketa ini cukup kompleks karena menyangkut data historis dan administratif. Dalam RTRW Provinsi Jawa Timur serta SK Gubernur Jawa Timur No. 100.1.1-6117 Tahun 2022, ke-16 pulau tercatat masuk wilayah Trenggalek. Namun di sisi lain, Tulungagung merujuk pada Keputusan Mendagri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan sebagian besar pulau berada di bawah administratif Tulungagung.

Pulau-pulau yang disengketakan antara lain: Boyolangu, Anakan, Anak Tamengan, Tamengan, Solimo Lor, Solimo Tengah, Solimo Kulon, Solimo Wetan, Sruwi, Jewuwur, Karangpegat, dan Sruwicil.

Pemerintah Kabupaten Trenggalek menegaskan bahwa langkah penyelesaian harus dilakukan secara administratif, bukan politik. Ruang dialog tetap terbuka agar batas wilayah bisa ditentukan secara objektif dan tidak memicu konflik berkepanjangan.