Diduga Ada Penggelembungan Hak Pilih, Golkar Minta PSU Pileg DPR RI di Sulbar

Wakil Sekretaris Tim Advokasi Hukum BAPPILU Pusat DPP Partai Golkar, Irwan SH sedang menunjukkan surat laporan yang diterima Mahkamah Konstitusi.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Hasil pemilihan legislatif (Pileg) 17 April 2019 lalu telah usai, namun terdapat sebuah dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Hal itu terlihat dengan cukup banyaknya gugatan sengketa pileg yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu yang melakukan gugatan adalah politikus Partai Golkar Ibnu Munzir yang juga merupakan caleg DPR RI wilayah Sulawesi Barat (Sulbar). Melalui Tim Kuasa Hukum DPP Partai Golkar, dia mengajukan ke MK dengan tuntutan agar dilakukan pemilihan suara ulang (PSU) untuk Pileg DPR di Sulawesi Barat.

“Berdasarkan perhitungan KPU, dari empat kursi yang diperebutkan di sana, Golkar hanya menduduki urutan kelima, alias gagal meraih kursi,” demikian dikatakan Kuasa Hukum DPP Partai Golkar Irwan, SH kepada media disela sidang pertama di MK, Rabu (10/7/2019).

Irwan mengatakan ada kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) yang sangat merugikan Golkar. Pasalnya, diduga kuat terjadi penggelembungan bahkan lonjakan dahsyat daftar pemilih khusus (DPK) di enam kabupaten/kota di Sulbar.

“Jadi dalam hal ini Golkar menggugat KPU. Kami mendalilkan adanya penggelumbungan DPK mencapai 35.000 hak pilih. Jadi dari sebelumnya 3.600 sekian DPT, kemudian pada 17 April tiba-tiba pencoblosan menjadi 38.007 orang,” ujar Wakil Sekretaris Tim Advokasi Hukum BAPPILU Pusat DPP Partai Golkar.

Irwan menjelaskan ada pelanggaran DPK secara signifikan oleh KPU di seluruh wilayah, yakni di 6 kabupaten/kota di Sulbar. Penggelembungan yang lebih dari 10 kali lipat itu jelas mempengaruhi perolehan suara semua partai, khususnya bagi Golkar.

“Kami minta MK bisa memutuskan pemungutan suara ulang di seluruh kabupaten Sulawesi Barat, khususnya DPR RI. MK sebagai penjaga marwah undang-undang, agar pemilu berjalan konstitusional, kami harap masuk ke masalah DPK ini,” ungkapnya.

Ia mengaku telah menyerahkan bukti-bukti ke MK denha menyertakan bukti-bukti berupa C1, DPT Hp3 dan seabrek bukti lainnya. Dugaan pelanggarannya bukan penggelembungan suara, tapi penggelembungan hak pilih.

“Ini kecurangan di KPU. Sama dengan yang digugat PDIP yang mendalilkan penggelembungan DPK di Mamuju. Kami juga mendalilkan itu di Mamuju dan kabupaten lainnya. Jadi pelanggaran, memang begitu adanya,” tegas Ketua DPD LKBH Trisula Provinsi DKI Jakarta tersebut.(Hari.S)