Kenali Jenis Perundungan di Dunia Maya dan Cara Menghadapinya

Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id –
DI era media digital praktik perundungan kerap terjadi. Motifnya ada yang menginginkan korbannya marah dan malu. Hingga dilakukan berulang kali sehingga sasarannya dibuat tak berdaya. Pelakunya satu atau sekelompok orang.

Eka Y Saputra, programer sekaligus konsultan teknologi informasi mengatakan bentuk perundungan di antaranya umpatan, penghinaan, fitnah, ancaman, pengucilan hingga pelecehan seksual.

“Dampak dan akibat dari perundungan, korbannya menjadi rendah diri, temperamental, mengalami kesulitan berkomunikasi, belajarnya terganggu, bisa juga ingin balas dendam kepada pelakunya,” kata Eka di acara diskusi secara daring bertema “Kenali Jenis Perundungan di Dunia Maya” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), Rabu (29/3/2023).

Staf IT Lesbumi PBNU ini menyarankan agar cara terhindar menjadi korban perundungan yaitu sering mengobrol dengan orang tua atau guru. Selain itu, perbanyak aktivitas fisik seperti berolahraga dan berkesenian.
“Tentunya harus rajin beribadah dan belajar tentang agama,” ujarnya.

Lalu, apa yang harus dilakukan jika kita menjadi korban bullly atau perundungan di internet? Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Gilang Jiwana Adikara mengatakan berdasarkan Data tahun 2023, sebanyak 60% pelajar Indonesia merasa pernah mengalami cyberbullying.

Adapun alasan seseorang di-bully yaitu sebanyak 61% karena faktor penampilan, 25% faktor prestasi akademik, 17% faktor sukuisme, 15% faktor jenis kelamin, 15% faktor ekonomi, dan 11% karena faktor agama. Sedangkan, 20% alasan lainnya.
Sedangkan seseorang mem-bully di dunia maya karena ingin terlihat keren, ingin merasa lebih jago, kurang percaya diri di dunia nyata, merasa lebih mudah bergaul di dunia maya, dan kurang mampu berempati.

Anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) ini memaparkan ragam bentuk bullying di intenet yaitu pelecehan seperti menghina, mencemarkan nama baik dan memfitnah seseorang.

“Bentuk bullying di dunia maya lainnya yaitu melalukan Doxing. Contohnya, membongkar rahasia pribadi seseorang atau mengungkap identitas seseorang tanpa izin terlebih dahulu,” tuturnya.
Ragam bullying lainnya yaitu peniruan, berpura-pura dengan menggunakan akun palsu dan stalking, menguntit tanpa izin dan mengganggu.

Kata Gilang, pelaku maupun korban bullying akan merasakan dampak buruknya. Pelaku akan kehilangan kepercayaan, dijauhi teman-temannya, mengalami gangguan kejiwaan saat dewasa, dan ada ancaman hukum yang menjeratnya.
“Sedangkan bagi korbannya akan mengalami kecemasan, depresi, dan kehilangan kepercayaan diri,” jelas Gilang.

Jadi apa yang harus dilakukan agar tidak menjadi pelaku atau korban bullying? Bagi pelajar, Gilang menyarankan agar melatih empati, mencari lingkungan yang sportif, dan berusaha menjadi teman yang baik.

Dia juga menyarankan agar para guru dan orang tua mengamati gejala yang ada, serta berusaha menciptakan lingkungan yang sportif, dan berusaha menjelma sebagai teman bagi anak-anaknya.
“Dampingi juga anak saat mereka berinternet,” imbuhnya.

Pertanyaan selanjutnya, apa yang harus dilakukan jika menjadi korban perundungan? Bagi siswa, berusaha abaian gangguan itu, blokir kontak. Dan, jika berlanjut, cari bantuan untuk mengatasinya.

Lanjut Gilang, ceritakan pada guru atau orang tua, dan kalau perlu laporkan ke platform media sosial terkait.
Sedangkan untuk orang tua disarankan untuk tidak menjustifikasi anaknya, dengarkan anak bercerita, bukan menceramahi. “Tawarkan solusi, laporkan kepada pihak yang berwajib jika perundungan sudah melewati batas,” kata Gilang.

Di acara diskusi yang sama, Kepala Bidang SMP Kabupaten Bantul, Retno Yuliastuti, M.Pd., M.M mengatakan berbeda bukan jadi alasan untuk mem-bully.

Dia memberitahu, ada konsekuensi hukum yang akan didapat pelaku bully terhadap anak yang diatur dalam UU No. 35/2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

“Setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum,” terangnya.

Dia menegaskan, cyberbullying merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar untuk merugikan atau menyakiti orang lain melalui penggunaan komputer, HP, atau peralatan elektronik lainnya yang terkoneksi dengan jejaring sosial atau dunia maya.

Dan, konsekuensi hukum yang akan ditanggung adalah diatur dalam Pasal 27 UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, muatan perjudian, muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan muatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.Mengakhiri pemaparannya, Retno mengatakan cara menghadapi pelaku bully adalah berani membela diri sendiri.
“Lawan, tapi bukan balas dendam, tapi menyadarkan pelaku bahwa bully itu tidak baik. Tanyakan kenapa selalu mem-bully,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia menggelar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), salah satu programnya adalah #MakinCakapDigital.
informasi mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page, dan Kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.