OPINI  

Menyorot Anggaran Pembangunan JIS, Harga Pemenang Tender Lebih Mahal Rp 302,5 Miliar

Oleh : Sugiyanto
Pengamat Perkotaan Jakarta/Aktivis Jakarta.

Beberapa hari ini keberadaan JIS yang berada di Papanggo Tanjung Priok Jakarta Utara, kembali jadi bahan pembicaraan pro-kontra.

Hal ini lantaran Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadikan JIS tempat untuk melaksanakan Salat Id pada 1 Syawal 1443 Hijriyah (2 Mei 2022).

Sehubungan dengan pembangunan JIS ini, untuk diketahui pada Agustus 2019 PT Jakarta Propertindo (JakPro) mengumumkan Konsorsium (KSO) Wika Gedung, Jaya Konstruksi dan PT PP sebagai pemenang tender JIS dengan nilai penawaran Rp 4.085.552.000.000 ( Empat triliun delapan puluh lima miliar lima ratus lima puluh dua juta rupiah).

Hasil lelang JIS ini mendapatkan protes dari pihak yang kalah yakni KSO PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT Nindya Karya dan PT Indah Karya. Ini karena konsorsium PT Adhi Karya memberikan harga penawaran lebih rendah yakni Rp3.782.969.000.000 (Tiga triliun tujuh ratus delapan puluh dua miliar sembilan ratus enam puluh sembilan juta rupiah).

Harga KSO Adhi Karya ini jauh di bawah harga perkiraan sendiri (HPS) JIS Rp 4,4 triliun, dan lebih rendah Rp302,583.000.000 (Tiga ratus dua miliar lima ratus delapan puluh tiga juta rupiah), dari harga KSO Wijaya Karya.

Dalam dokumen pengumuman peringkat hasil lelang disebutkan, KSO Wijaya Karya mendapatkan nilai tekhnis 66,14 persen dan nilai harga 27,78 persen. Sementara KSO Adhi Karya mendapatkan nilai teknis 60,17 persen dan nilai harga 15 persen.

Menanggapi hal ini, Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang Jasa DKI Jakarta Blessmiyanda menilai lelang pembangunan Jakarta Internasional Stadion oleh PT Jakarta Propertindo bermasalah. Menurut dia, seharusnya pihak yang menawarkan harga lebih rendah mendapatkan bobot penilaian harga lebih tinggi dibandingkan dengan pihak yang menawarkan harga lebih tinggi.

“Procurement law yang dipakai Jakpro itu apa? Kok yang menawar rendah, bobot penilaian harganya juga rendah?” kata Bless seperti dikutip dari Tempo.CO, Kamis 5 September 2019.

Sedangkan Direktur Kontruksi JIS PT Jakarta Propertindo Iwan Takwin menyanggah adanya kejanggalan dalam lelang pembangunan stadion itu. Menurut dia, dalam pembangunan JIS perusahaan daerah itu mengutamakan kualitas bangunan. KSO Wika Gedung unggul di aspek teknis dibandingkan dengan KSO Adhi Karya.

Iwan menjelaskan konsultan itu kemudian menerapkan aturan yang memasukkan harga penawaran di bawah 90 persen dari HPS bakal terkena pemotongan poin bobot harga 50 persen. “Ini untuk mencegah adanya banting harga dengan menurunkan kualitas bangunan,” kata iwan seperti dikutip dari Tempo.CO (5-9-19).

Karena masalah ini KSO Adhi Karya pun melayangkan surat kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Surat keberatan atas proses lelang pembangunan stadion itu dikirimkan pada 10 Agustus 2019.

Sampai disini kita skip dulu membahas masalah lelang JIS lantaran perlu waktu dan pendalaman khusus untuk megurainya. Kita kembali pada anggaran jumbo pembangunan JIS yang mencapai 4,085 triliun.

Pada kenyataannya Pemprov DKI melalui Jakarta Propertindo (JakPro) selaku pemilik proyek memberikan tender kepada Wijaya Karya (Wika) senilai 4.085 triliun. Tetapi Jakpro tidak mengelurkan dana sendiri untuk membiayai proyek JIS.

Pembiayaan untuk pembangunan JIS menggunakan dana pinjaman dari Pemerintah Pusat dengan skema program Pemulian Ekonomi Nasional (PEN).Proses pemberiannya melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).

Dana pinjaman PEN yang dianggarkan sebesar Rp3,5 triliun. Pada 2020 anggaran PEN DKI Jakarta digunakan sebesar Rp1,1 triliun, sedangkan PEN tahun 2021 sebesar Rp2,4 triliun.

Jadi artinya hampir 85,6 persen dana pembangunan JIS berasal dari pinjaman PEN. Sedangkan dana dari Jakpro sendiri hanya berkisar 14,4 persen atau berkisar senilai Rp. 585.552.000.000 (lima ratus delapan puluh lima milyar lima ratus lima puluh dua jura rupiah).

Kesimpulannya begini :

Pertama, PT. Jakpro memenangkan tender kepada KSO Wika Gedung senilai Rp 4,085 triliun. Harga ini lebih mahal 302,5 miliar dari penawaran KSO Adhi Karya.

Kedua, untuk membiayai pembangunan JIS sebesar Rp. 4.085 triliun tersebut Pemprov DKI Jakarta meminjam dana PEN sebesar Rp. 3,5 triliun.

Sekarang masalahnya adalah, Pemprov DKI dan Gubernur pengganti Anies Baswedan harus tetap mengembalikan dana PEN tersebut berikut dengan bunga pinjamannya. Ini semua harus dibayar oleh pajak warga Jakarta.

Mari kita sama-sama pikirkan hal ini!

Adakah pihak-pihak mendapat keuntungan pribadi atas pembangunan JIS yang mengunakan dana pinjaman PEN ini?! Oh, semoga hal ini tak terjadi, sebab pada akhirnya warga Jakarta lah yang terbebani.

The End