Kenali Yuk ke Anak-anak Kita Cara Bikin Tugas Jadi Lebih Mudah dengan Cara Cakap Digital

Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id – Di era serba teknologi dan digital, berbagai aktivitas atau pekerjaan bisa diselesaikan lebih mudah dan lebih cepat dengan menggunakan teknologi digital, salah satunya di bidang pendidikan.

Namun, memang tidak semuanya memahami cara mengoperasikan teknologi digital. Menyiasati itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menggelar program #MakinCakapDigital. Kali ini dalam dikemas dalam bentuk diskusi virtual bertema “Bikin Tugas Jadi Mudah Bila Cakap Digital”.

Adapu pembicaranya yang dihadirkan yaitu dosen Universitas Gajah Mada (UGM) Daru Wibowo, dosen Fakultas Komunitas Universitas Islam Bandung (UNISBA) Santi Indra Astuti, dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kabupaten Purbalingga Tri Gunawan Setyadi.

Dalam pemaparannya, Daru Wibowo mengatakan proses belajar anak didik dilakukan secara bertahap.

“Dari TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi,” kata Daru Wibowo, Sabtu (18/3/2023).

Daru menjelaskan, pada tahap TK peserta didik belajar memanajemen dirinya. Dan meningkat di tahapan-tahapan berikutnya.

“SD tahap eksplorasi lingkungan, SMP menemukan dan mengembangkan bakat, SMA merancang karir masa depan, dan Perguruan Tinggi membangun dan mematangkan core skill diri,” jelasnya.

Lalu dia mengaitkan dengan perkembangan teknologi digital masa kini yang menawarkan berbagi fasilitas dan kemudahan, sehingga jumlah penggunanya terus bertambah.

“Ada apa saja sih di internet? Ada mbah Google dan sebagainya, sehingga dapat menciptakan belajar dengan suasana kegembiraan,” imbuhnya.

Pastinya, kata Daru, jika dimanfaatkan sebagaimana mestinya maka internet sumber materi yang dapat mempermudah proses belajar mengajar.

Sementara itu, dosen Fakultas Komunitas Universitas Islam Bandung (UNISBA) Santi Indra Astuti mengatakan internet tidak hanya sebagai ruang belajar, tapi juga bisa jadi tempat bermain. Nah, itu mendapatkan suasana tersebut, lanjut Santi, harus ada etika dalam bergaul di ruang digital.

Dia memaparkan yang dimaksud dengan etika digital yaitu tata krama saat menggunakan internet. “Bagaimana membawa diri dan memperlakukan orang lain,” tuturnya.

Dan, apa saja yang merupakan bagian dari etika digital di antaranya menggunakan fasilitas digital untuk hal-hal yang positif, bersikap kritis ketika mendapatkan informasi, dan menghindari permusuhan, bullying, dan menjadi agen perdamaian atau persahabatan di ruang digital.

Santi mengajak kepada masyarakat, khususnya kepada pelajar untuk menggunakan internet dan media digital sebagai alat mencari hal-hal atau konten positif, dan kalau dianggap perlu men-share sebagai upaya mencegah konten hoax atau provokasi.

Bagaimana jika kita menemukan konten yang dicurigai hoax? Dia menyarankan agar mengecek kebenarannya. “Begitu sudah tahu itu hoax, sebarkan, jangan disimpan sendiri. Sebarkan hal-hal yang positif. Untuk mengetahui kebenaran sebuah informasi bisa tanyakan ke Kalimasada melalui nomor WhatsApp O85921600500,” imbuhnya.

Perlu diketahui, kata Santi, anak muda mampu mengidentifikasi hoax lebih cepat lima kali dari orang tua. Hal itu dikutip dari Renee Hass, ‘The Ability of Young People to Identify Hoaxes, 2010.

Pembicara lainnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kabupaten Purbalingga Tri Gunawan Setyadi mengatakan pengguna internet di Indonesia sebanyak 212,9 juta atau 77 persen dari total populasi.

Katanya, teknologi telah merubah cara berkomunikasi dan berinteraksi. Dia kemudian menerangkan definisi budaya digital, yaitu merupakan hasil kreasi dan karya manusia yang berbasis teknologi internet yang tercermin lewat cara berinteraksi, berperilaku, berpikir dan berkomunikasi di dunia digital.

Bidang pendidikan pun tak luput terkena dampak masifnya perkembangan teknologi sehingga harus bertransformasi.

Menurut dia, setiap individu memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Tri Gunawan melanjutkan, ciri-ciri “warga negara” digital yang Pancasilais yaitu berpikir kritis, mempertimbangkan apakah konten yang akan diproduksi dan
distribusikan selaras dengan nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Serta, turut mengambil bagian mengkampanyekan literasi digital.

“Kesediaan diri untuk berkolaborasi dengan beragam entitas untuk mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara,” katanya.

Maka dari itu, katanya, perlu menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di ruang digital untuk anak-anak.

Dia berpendapat, pendekatan terkait bermedia digital kepada anak-anak tidak bisa dilakukan dengan memberikan teori dan konsep. Perkenalkan budaya dengan memberikan contoh dan cara mengapresiasinya.

“Berikan anak-anak project mengerjakan karya budaya, baik secara mandiri maupun kelompok dengan memanfaatkan ruang digital, baik sebagai platform, maupun sebagai tools,” saran Tri Gunawan.

“Ajak anak mengapresiasi produk dalam negeri dan libatkan anak dalam keputusan berbelanja sehingga mereka terlatih untuk bijak mengkonsumsi. Pemberian kesadaran pada anak agar mereka menghindari pola konsumsi yang berlebihan,” tambahnya.

Sebagai informasi, adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page, dan Kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.