Bikin Tugas Jadi Mudah Bila Cakap Digital

Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id – Dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural. Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru tentang etika. Maka, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital.
Adapun ruang lingkup etika digital yaitu kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan.

“Yang dimaksud dengan kesadaran yaitu kita sadar apa yang kita lakukan dan memiliki tujuan. Sedangkan integritas, kejujuran, menghindari plagiasi, manipulasi dan sebagainya,” Dr. Dwiyanto Indiahono, M.Si, dari Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), dalam diskusi virtual bertema “Bikin Tugas Jadi Mudah Bila Cakap Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Jumat (26/5) pekan kemarin.

Dwiyanto mengingatkan bahwa kita harus selalu menyadari karena kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.

Dia menyebutkan, ada beberapa konten negatif di ruang digital, yaitu yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong (hoax), dan penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Selain itu, lanjut Dwiyanto, ada Cyberbullying, dan Hate Speech. “Cyberbullying adalah tindakan agresif dari seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah (secara fisik maupun mental), dengan menggunakan media digital. Sedangkan Hate Speech adalah ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang atau kelompok tersebut,” terangnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul, Taufik Aminudin, S.IP, MT mengatakan, budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Maka, diperlukan pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Taufik melanjutkan, jati diri kita dalam ruang budaya digital tak berbeda dengan budaya nondigital. Hanya saja, digitalisasi budaya memungkinkan kita mendokumentasikan kekayaan budaya dan dapat menjadi peluang untuk mewujudkan kreativitas.

Lalu, dia menyinggung soal hak dan tanggung jawab setiap pengguna media digital. Menurut Taufik, setiap orang berhak mengakses, berekspresi, dan hak merasa aman saat bermedia digital. Sedangkan tanggung jawab yaitu menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, dan menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, atau kesehatan dan moral publik.

Pembicara lainnya, Yudha Wibosono, Dosen Politeknik Bina Madani Cikarang mengatakan pembelajaran online yaitu sistem belajar yang terbuka dan tersebar dengan menggunakan perangkat pedagogi (alat bantu pendidikan), yang dimungkinkan melalui internet dan teknologi berbasis jaringan untuk memfasilitasi pembentukan proses belajar dan pengetahuan melalui aksi dan interaksi yang berarti.

“Dasar pembelajaran online adalah Reading (Membaca), Listening (Mendengarkan), dan Discussing (Berdiskusi),” ucap Yudha.

Menurut dia, pembelajaran dasar penting. Dengan membaca akan membuka wawasan baru, menambah pengetahuan, membangun imajinasi, dan mengasah berpikir kritis. Sementara itu, dengan mendengarkan kita akan melatih fokus, mengembangkan kemampuan akustik, serta mempertajam rasa.

“Dan, dengan berdiskusi akan semakin memperkaya perspektif, menstrukturkan logika berpikir, membangun kritisisme dan menumbuhkan empati dalam dialog,” terangnya.

“Belajar melalui media daring dapat memberi pengalaman baru, berinteraksi dengan manusia yang lebih beragam, melampaui batasan waktu dan tempat,” tambah Yudha.

Kata Yudha, kecepatan perubahan teknologi harus diimbangi dengan kemampuan menggunakan teknologi secara tepat dan bijak sesuai kebutuhan.
Perlunya membangun kesadaran diri untuk terus belajar dari berbagai sumber, termasuk media digital. Dengan kemauan mencari rekomendasi dan referensi sebanyak-banyaknya. “Teknologi hadir sebagai sarana memfasilitasi kebutuhan hidup dan perkembangan zaman demi mewujudkan manusia yang bermanfaat bagi peradaban,” imbuhnya.

Sebagai informasi, berdasarkan survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori ‘Sedang’ dengan angka 3.54 dari 5,00.

Dan, perlu diketahui, Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia menggelar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), salah satu programnya adalah #MakinCakapDigital.
Informasi mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page, dan Kanal YouTube Literasi Digital Kominfo.