Jakarta, Nusantarapos – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengajak perempuan Indonesia untuk melanjutkan perjuangan para pemimpin perempuan terdahulu. Perjuangan dilakukan dengan terus melahirkan para pemimpin perempuan berkualitas dan berkompetensi sehingga mampu membawa perubahan dan menjawab permasalahan perempuan dan anak yang dihadapi di tengah masyarakat.
Dalam sambutannya Menteri Bintang mengatakan, perjuangan pendahulu kita, sesungguhnya kepemimpinan perempuan di Indonesia bukanlah hal yang asing, dimulai dari tokoh pahlawan perempuan hingga bermunculannya organisasi perempuan yang turut membantu dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Kongres Perempuan pertama yang diselenggarakan 22 Desember 1928. Pada acara kegiatan Sekolah Pimpinan Perempuan bertemakan ‘Identitas Perempuan dalam Sejarah Indonesia dan Pencegahan Kekerasan Seksual dan Penanganannya’ secara virtual, Rabu (12/7/3023).
Menteri Bintang mengungkapkan, hingga kini ketidaksetaraan masih sering dirasakan oleh perempuan. Perempuan masih terbelenggu berbagai diskriminasi gender, seperti marginalisasi, stereotype, subordinasi, beban ganda, dan kekerasan. Hal tersebut terlihat dari data dan realita bahwa ketimpangan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat hasil pembangunan yang dirasakan oleh perempuan dan laki-laki masih terlihat sangat jelas.
“Berbagai indeks pun menggambarkan ketimpangan yang dirasakan oleh perempuan, baik dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), maupun Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Tidak hanya itu, perempuan juga merupakan kelompok rentan yang mengalami kekerasan. Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi dan hampir terjadi setiap saat,” ujarnya.
Berkaca pada fenomena yang dihadapi, Menteri Bintang menyampaikan, kaum perempuan di Indonesia bergerak memperjuangkan tonggak perubahan berupa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang dilahirkan melalui perjalanan panjang pembahasan dan dialog efektif bersama Kementerian/ Lembaga Negara, Anggota Parlemen Perempuan, dan para perempuan di lembaga dan organisasi masyarakat lainnya. Hal ini membuktikan perempuan dan para pemimpin perempuan memiliki peran penting dalam mengurai permasalahan yang dihadapi oleh perempuan dan anak.
Lebih lanjut, Menteri Bintang mengatakan, hadirnya UU TPKS menjadi bukti nyata bahwa perempuan mampu berperan dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Kita sebagai perempuan sepatutnya bangga atas pencapaian bersama ini yang mampu memastikan perlindungan bagi perempuan dan anak dari tindak pidana kekerasan seksual.
Kita pun harus bersama-sama bekerja keras agar UU TPKS dapat dilaksanakan, diamalkan, hingga semua pihak sadar bahwa ada hukum yang memagari tindak tanduk orang dan memberikan efek jera.
Menteri Bintang menekankan, perempuan pun dapat berperan dalam upaya menurunkan angka kekerasan, khususnya kekerasan seksual. Perempuan mampu menjembatani berbagai stakeholder yang terlibat dalam ranah penurunan angka kekerasan.
Menteri Bintang menjelaskan terdapat tiga ranah pekerjaan yang juga harus dilaksanakan secara kolaboratif dan sinergi dalam upaya penurunan angka kekerasan, yakni ranah pencegahan, penanganan, dan pemulihan.
Proses penanganan kekerasan seksual dimulai dari pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan tidak dapat diselesaikan dengan kerja keras dari satu ataupun dua lembaga semata, melainkan suatu kerjasama yang dilakukan secara kompak dan serentak antar pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, akademisi, media massa, hingga kaum perempuan itu sendiri.
Dalam memastikan penanganan tepat tindak kekerasan yang dialami perempuan dan anak, Kemen PPPA menghadirkan layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang dapat diakses melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
Terdapat enam standar pelayanan SAPA 129, berupa pengaduan masyarakat, pengelolaan kasus, penjangkauan korban, pendampingan korban, mediasi, dan penempatan korban di rumah aman. Hingga saat ini, layanan pengaduan SAPA 129 telah menjadi saluran bagi korban dan pelapor untuk mengadukan kasus kekerasan yang dialami. Sudah banyak kasus kekerasan yang dilayani oleh Tim SAPA 129 yang juga berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dalam proses penjangkauan dan pendampingan korban di daerah.
Sebagai perempuan Indonesia, marilah kita satukan kekuatan untuk terus berjuang menjadi pemimpin yang berkualitas dan berkompetensi sehingga kita mampu bersama-sama menciptakan perubahan dan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh perempuan dan anak,” pungkasnya. (Guffe)