Ketergantungan Mahkamah Konstitusi Terhadap Putusan Presiden

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Menghadapi situasi politik menjelang pemilihan umum yang akan dilaksanakan 16 Februari 2024, sejumlah mahasiswa mengadakan Focus Discussions Group (FGD) dengan mengangkat tema “Ketergantungan Mahkamah Konstitusi Terhadap Putusan Presiden” di Jakarta, Rabu (29/11/2023).

Adapun FDG tersebut dihadiri oleh puluhan peserta dengan menghadirkan narasumber Ketua IPNU Jakarta Utara dan Presiden mahasiswa universitas 17 Agustus Madi Ramadhan dan Senat Universitas Pancasakti Dicky Permana Putra Selaku.

Antusias peserta dalamnya diskusi ini patut diacungi jempol terkait dengan adanya Focus Discussions Group tersebut. Pengadaaan kegiatan tersebut sebagai wadah edukasi mengenai putusan MK yang sedang terjadi.

Menyikapi keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi yang krusial terkait dinasti politik, Focus Discussions Group telah mengumpulkan sejumlah pakar, cendekiawan, dan praktisi yang terkemuka untuk menggali dimensi-dimensi beragam terkait isu ini.

Diskusi ini bertujuan untuk memberikan analisis komprehensif terhadap keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi dan dampak potensialnya terhadap landscape politik, pemerintahan, dan proses demokrasi. Panelis akan terlibat dalam dialog yang mendalam, menjelajahi aspek hukum, sosio-politik, dan etika seputar dinasti politik.

Secara hukum putusan Mahkamah Konstitusi langsung berlaku begitu dinyatakan dalam lembaran negara. Hal tersebut ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.

Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuasaan hukum mengikat.
Jika dilihat dari Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Tidak saja sekadar membatalkan norma, akan tetapi mengubah atau membuat baru bagian tertentu dari isi suatu undang-undang yang diuji, sehingga norma dari undang-undang itu juga berubah, sehingga berpotensi akan berdampak luas sehingga perlu tindak lanjuti addressat putusan MK tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari munculnya anggapan telah terjadi kekosongan hukum, maka pembentuk undang-undang memiliki kewajiban untuk merespon putusan MK tersebut.

Focus Group Discussion ini dilakukan untuk membedah kembali paradigma masyarakat baik dari perspektif politik, hukum, dan sosial kepada Presiden Indonesia yakni Joko Widodo.  Sebab ketergantungan Mahkamah Konstitusi terhadap presiden, sudah mencederai kita khususnya perwakilan muda bincang lingkungan Indonesia yang masih peduli terhadap dampak dan aspek yang nantinya dapat berpengaruh buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ada 3 contoh baik dalam Perspektif Sosial, Politik dan Hukum. Dalam Perspektif Sosial Ketergantungan MK Terhadap Presiden dapat menggangu stabilitas sosial. Hal ini Masyarakat tidak lagi percaya terhadap MK bahwa hal ini karena Mahkamah Konstitusi tidak dapat lagi menjalankan fungsi dan tugasnya secara impersial.

Dalam Perspektif Politik Ketergantungan Mahkamah Konstitusi Terhadap Presiden bahwa Presiden memiliki hak intervensi lebih jauh dalam hal mengendalikan Anggaran Mahkamah Konstitusi.

Dalam perspektif hukum ketergantungan Mahkamah Konstitusi seharusnya bisa memberikan contoh yang benar sebagaimana Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga independen dan tanggungjawab dari Mahkamah Konstitusi yakni meningkatkan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kesadaran tentang pentingnya Indenpendesi Mahkamah Konstitusi.

Peserta akan mengeksplorasi dimensi hukum, sosial-politik, dan etika seputar isu dinasti politik, memupuk pemahaman yang berbeda tentang tantangan dan peluang yang ada di depan. Topik utama diskusi ini interpretasi hukum, Analisis terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dan implikasi hukumnya terhadap pengaturan dinasti politik.

Dinamika sosial politik, eksplorasi bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi ini mempengaruhi persepsi publik, keterwakilan, dan proses demokrasi secara keseluruhan. Pertimbangan Etis, pertimbangan mengenai dimensi etika dinasti politik dan dampaknya terhadap tata kelola, transparansi, dan akuntabilitasi.

Diskusi publik ini untuk memberikan ruang bagi mahasiswa mengenai fenomena yang terjadi di tengah masyarakat, selain itu diskusi ini bertujuan untuk memberikan kontribusi pada pemahaman topik-topik kompleks yang membentuk komunitas.