OPINI  

“Merasa Dibohongi al-Qur’an”

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
Penulis Lepas Yogyakarta

Pernahkan kau merasa, dibohongi oleh al-Qur’an? Secara etika, pernyataan tidak sopan semacam itu, tidak dalam bentuk pertanyaan pernah penulis temukan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kenyataan selama berselancar di dunia maya atau internet.

Namun sebenarnya, apa yang dimaksud dari ungkapan tersebut. Jika yang dimaksud pertanyaan tersebut adalah perasaan berdasar pemahaman terhadap al-Qur’an, kemudian merasa tidak berkesesuaian dengan yang dialami secara pribadi misalnya, maka ada beberapa kemungkinan.

Namun kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat saja muncul dari satu faktor yang paling menentukan dari segalanya, yaitu jika cara pikir yang dikembangkan tersebut berupa proses berpikir yang ditempuh ‘ala garis lurus.’

Penulis menyebut ‘ala garis lurus’ adalah disebabkan oleh cara pikir yang ‘melurus secara konsisten, sebab sebagai suatu cara pikir yang sulit maka sejatinya tidak ada. Bagaimana bisa ketidakmungkinan tersebut justru diterapkan untuk sebagai suatu cara pikir.

Maka dihadirkan kembali kemungkinan sebelumnya disampaikan, yaitu: pertama, pola pikir atau paradigma yang keliru dalam memahami al-Qur’an. Sebagaimana dalam tradisi keilmuan Islam, identik dengan proses belajar yang memegang teguh kesucian atau penyucian jiwa yaitu “tazkiatun-nafs” serta dalam bingkai syariat.

Kedua, terdapat banyak referensi pandangan yang dapat dijadikan rujukan dalam memahami al-Qur’an berkesesuaian dengan tradisi dan terdapat sepanjang peradaban keislaman. Dirasa akan menjadi adil dengan memperkaya pandangan melalui berbagai sudut pandang.

Ketiga, bisikan syetan. Kemungkinan ketiga ini adalah paling mengerikan. Jika diikuti maka akan berbahaya dan fatal, tidak hanya pada fisik namun dapat menimbulkan kerusakan pada pada ranah pemikiran dan pemahaman secara keseluruhan.

Sebab membaca al-Qur’an tidak semata mempersyaratkan jumlah bacaan, serta ilmu-ilmu al-Qur’an seperti tajwid, tahsin, dan tahfidz, namun juga perihal tata cara membacanya juga perlu diperkaya wawasan atasnya.

Terhadap gangguan syetan, sejatinya dalam ibadah secara keseluruhan seperti salat termasuk membaca al-Qur’an tidak lepas dari gangguan dan tipu daya syetan. Gangguan-gangguan berupa bisikan-bisikan.

Rasulullah bersabda bahwa syetan akan duduk menghalangi manusia di setiap ketaatan. Termasuk pada saat membaca al-Qur’an, Syekh Utsman al-Khamis menyarankan untuk membaca al-Qur’an dengan bersegera menyelesaikan dan meninggalkannya.

Mengikuti langkah-langkah tersebut dalam izin Allah akan dijauhkan dari berbagai mudarat termasuk perasaan-perasaan bersifat destruktif di antaranya berbagai aktivitas terkait al-Qur’an. Selain itu, senantiasa mengingat Allah dan berlindung kepadaNya dari berbagai gangguan terlebih syetan, adalah cara paling ampuh sebagai penangkal, termasuk terhadap perasaan dibohongi al-AQur’an, “Allahu a’lam.”