OPINI  

“Malangnya” Koordinator Caleg Menanggung Beban Moral

Joko (Pimpinan Redaksi Nusantarapos.co.id)

Oleh : Joko Wiyono
Pimpinan Redaksi Nusantarapos

Pesta demokrasi atau yang disebut pemilu jadi kesempatan sebagian “rakyat” intuk mendapatkan berkah berupa amplop yang dikemas oleh para caleg sebagai omgkos transportasi bagi mereka yang akan mencoblos ke Tempat Pemungutan Suara.

Meskipun perbuatan ini merupakan pelanggaran hukum dalam Undang-Undang, tak sedikit para caleg menjanjikan pemberian amlop berisi uang kepada peserta pemilih di daerah pemilihannya agar mereka tertarik untuk mencoblosnya.

Isu-isupun beredar santer dengan adanya pembagian amplop oleh beberapa caleg yang mengandalkan uangnya untuk menarik para tim sukses mencari pemilih ataupun pendukung.

Tak hanya orang desa, orang kota pun nampak bersuka cita mendengar kabar bahwa ada caleg yang membagi-bagikan uang kepada siapa yang mau mencoblosnya.

Hembusan isu pun diciptakan di saat akan jelang pemilu melalui tim sukses yang membantu salah satu caleg. Hembusan sudah ada pembagian dengan nominal Rp. 100.000, Rp. 150.000 hingga Rp. 300.000 ini pun mulai dilancarkan meskipun belum ada penyebaran amplop.

Tak heran, dengan adanya suara burung itu, para pesaing caleg mulai goyang. Apalagi sudah ada yang menghembuskan nilai yang lebih tinggi, tentu membuat lawannya makin ciut, yang akhirnya ada banyak alasan bagi si caleg untuk berupaya mundur dari pencalegan dengan dalil quota data tidak terpenuhi.

Anehnya lagi, keputusan untuk mundur itu disaat H-3 jelang pencoblosan yang akibatnya masyarakat yang semula mendapat janji manis dapat amplop hanya mimpi belaka.

Kekecewaan masyarakat pun makin memuncak. Mereka yang merasa telah dikecewakan ini tentunya menuntut pertanggungjawaban kepada koordinator. Dan alhasil, koordinator ini menjadi bulan-bulanan cemoohan pemilih yang akan mendukung caleg yang dirayunya, sehingga beban moral bagi koordinator inipun berat karena selain dicemooh juga tidak mendapat kepercayaan bagi wilayah yang dimasukinya.

Untuk itu masyarakat perlu tahu bahwa janji manis belum tentu menjadi surga baginya, namun justru menjadi pil pahit dalam pengalaman yang pernah dilakoninya.

Dengan adanya pelajaran pengalaman itulah masyarakat perlu cerdas untuk tidak lagi tergiur dengan janji-janji manis pemberian amplop disaat pelaksanaan pesta demokrasi.