HUKUM  

Tak Digubris Gubernur dan Kemendagri, 6 Calon Anggota MRPB Desak PTUN Jayapura Eksekusi Putusan

Kuasa Hukum 6 calon anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Yuliyanto,S.H, M.H.

Jayapura, NUSANTARAPOS.CO.ID – Kekecewaan 6 orang calon anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) terhadap Gubernur Papua Barat dan Kementerian Dalam Negeri karena tidak dilantik dirinya sebagai MRPB meskipun telah memenangi perkara di beberapa tingkat pengadilan.

Melalui kuasa hukumnya dari kantor hukum Yuliyanto,SH, MH & Associates mengatakan kami akan meminta kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura untuk segera melakukan eksekusi karena pemerintah baik di provinsi atau pusat tidak segera melaksanakan putusan yang sudah kami menangkan.

“Pada plan A kami yang telah melalui prosedur hukum tidak juga digubris oleh Gubernur dan Kemendagri, kami sudah meminta secara baik-baik sesuai dengan aturan yang ada,” ujar Yuliyanto melalui pesan singkatnya Rabu (21/8/2019).

Lebih lanjut Yuliyanto menyatakan karena plan A tidak digubris, maka kita akan gunakan plan B yakni meminta PTUN Jayapura untuk segera mengeksekusi isi suratnya. Adapun permintaan tersebut kami tuangkan di dalam Surat Permohonan Eksekusi Putusan Perkara No. 40 / G / 2017 / PTUN JPR jo No. 96 / B / 2018 / PT.TUN.MKS jo No. 170, berikut isi suratnya ;

Dengan ini memohon kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura untuk memerintahkan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, yang berkedudukan di Jalan Medan Merdeka Utara, No. 7, Jakarta Pusat dan Gubernur Papua Barat yang berkedudukan di Kompleks Perkantoran Arfai, Jln. Brigjen Abraham Oktovianus Ataruri, Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat selaku Tergugat / Pembanding / Pemohon Kasasi dalam Perkara TUN No. 40 / G / 2017 / PTUN JPR jo. No. 96 / B / 2018 / PT.TUN.MKS jo. No. 170 K / TUN / 2019.

Segera melaksanakan eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap Nomor : 40 / PEN.INKRACHT/2018/PTUN.JPR tersebut sesuai Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai berikut :

(1) Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat) belas hari kerja.

(2) Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

(3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.

(4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administratif.

(5) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(6) Di samping diumumkan pada media cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Ketua Pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi untuk memerintahkan Pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.

(7) Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan.

(8) Memohon Kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura untuk dapat melakukan eksekusi dengan Upaya Paksa.
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan pelaksanaannya diucapkan terima kasih.

Yuliyanto juga mengungkapkan apabila hal itu juga tidak dilaksanakan maka kami akan melakukan plan C agar hak kami segera bisa terealisasi. Tetapi plan C kami gunakan apabila plan B tidak dilaksanakan. Karena dengan adanya ini sebagai sebuah preseden buruk bagi dunia hukum kita, sehingga semakin menghilangkan kepercayaan rakyat Papua kepada pemerintah baik di daerah maupun pusat.

“Meskipun sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap saja masih tidak mau melaksanakan putusan itu bahkan cenderung masih ingin diobok-obok oleh manusia yang tidak paham aturan hukum,” tegas Direktur LBH Papua Justice & Peace tersebut.(Hari.S)