HUKUM  

Praktisi Hukum : RUU HIP Bukan Hanya Ditunda Tapi Harus Dicabut

Praktisi Hukum sekaligus Presiden KAI, Erman Umar ketika sedang diwawancarai di kantornya.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Praktisi hukum sekaligus Presiden KAI, Erman Umar menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) bukan hanya ditunda tetapi harus dicabut karena jika diteruskan akan menghabiskan energi.

Lebih lanjut Erman mengatakan terlebih draf RUU HIP tersebut sudah mendapatkan penolakan dari sejumlah ormas Islam seperti PBNU, Muhammadiyah, MUI dan FPI. Selain itu para aktivis dan akademisi pun telah menolaknya, jika dipaksakan maka akan menjadi polemik yang berkepanjangan.

“Perkembangan RUU HIP sejauh ini terdapat beberapa poin dalam pasal-pasalnya yang menimbulkan kekhawatiran atau mungkin pengalaman yang dialami organisasi besar seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dimana tempat berkumpulnya para organisasi Islam,” katanya ketika ditemui di kantornya kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2020).

Erman menjelaskan Pancasila itu kan dasar negara falsafah bangsa, apalagi kehadiran RUU HIP ini Pancasila diperas-peras ciri-cirinya ialah mengerucut kepada Ekasila dan Trisila sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan yang tertuang dalam pasal 7 RUU HIP.

Presiden KAI, Erman Umar.

“Pemerasan-pemerasan itulah yang menimbulkan gejolak di masyarakat, padahal Pancasila sendiri sudah menjadi perekat. Kalau Pancasila diperas atau diperkecil maka akan berbahaya dalam memaknainya,” ucapnya.

Erman menambahkan, meski sudah ditunda oleh DPR untuk pembahasannya, agar RUU HIP ini ditarik bukan ditunda. Kenapa tidak BPIP saja sebagai lembaga yang ditonjolkan juga konsen dalam Ideologi Pancasila tersebut.

“Seperti TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 masih berlaku mengikat, jadi apabila tidak dimasukan dalam RUU HIP tersebut maka akan banyak pihak yang meragukan juga mengkhawatirkan. Sebab akan banyak penafsiran dalam upaya memaknai hal itu, terlebih dalam penafsirannya yang berkesesuaian kepentingannya, jadi sangat rentan terpecah,” ungkap advokat senior tersebut.

Lebih baik dicabut, sebab bila diteruskan hanya menghabiskan energi dan pemikiran sebab bertentangan, sebaiknya buat UU yang jelas manfaatnya kalau ini belum jelas manfaatnya.

Dirinya menilai RUU HIP ini banyak penafsiran, yang paling penting pemikiran tokoh bangsa memberikan keteladanan terhadap Pancasila yang murni dan konsekuen. “Jadi dalam hal ini bagaimana kita mengimplementasikan Pancasila itu sendiri dalam berbangsa dan bernegara,” tegasnya.