HUKUM  

Diduga Wanprestasi Saham Senilai Rp 52 M, Prabowo Subianto Digugat ke PN Jaksel

Tim Kuasa Hukum Djohan Teguh Sugiarto, Johanes Raharjo dan Fajar Marpaung usai membuat laporan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Diduga melakukan wanprestasi atau ingkar janji dalam jual beli saham, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun yang melayangkan gugatan tersebut adalah Tim Kuasa Hukum Djohan Teguh Sugiarto.

Salah satu tim kuasa hukum, Fajar Marpaung mengatakan Tim Kuasa Hukum telah mendaftarkan gugatan perdata wanprestasi terhadap bapak Prabowo Subianto. Ini sehubungan dengan adanya perjanjian pembelian dan penjualan bersyarat saham klien kami Djohan Teguh sebagai penggugat 20 persen di Nusantara International Enterprise Berhad Malaysia.

“Gugatan kami sudah terdaftar dalam perkara nomor 233/PDT.G/2019/PN.JKT.Sel. Selain Prabowo, pihak tergugat lainnya yakni PT BNI, PT TRJ, Rusnaldy selaku notaris di Jakarta, dan Nusantara International Enterprise (L) Berhad,” katanya ketika ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (8/3/2019).

Fajar menjelaskan kronologi perjanjian jual beli saham itu disepakati pada Agustus 2011. Dia mengatakan pihaknya telah memberi somasi karena pembayaran tak tuntas.

“Jadi intinya bahwa perjanjian jual beli saham ini bersyarat itu Agustus 2011 dengan kesepakatan Bapak Prabowo Subianto membeli saham klien kami 20 persen di PT Nusantara Internasional Enterprise itu dengan harga Rp 140 miliar. Dan itu dilakukan pembayaran dengan uang muka pertama Rp 24 miliar kemudian setiap bulannya dicicil setiap akhir bulan Rp 2 miliar. Dan selama 58 kali dan jatuh tempo pelunasan tanggal 31 Juli 2016,” ujarnya.

Sementara itu Johanes Raharjo yang juga Tim Kuasa Hukum Djohan Teguh Sugiarto mengungkapkan setelah kami pelajari ternyata angsuran ini sampai batas akhir jatuh tempo pelunasan itu Bapak Prabowo Subianto baru membayar Rp 88 miliar. Jadi masih sisa Rp 52 miliar. Dan terakhir Bapak Prabowo Subianto itu membayar angsuran itu terakhir Januari 2015. Klien kami sejak Desember 2016 sudah mensomasi mengingatkan Bapak Prabowo Subianto untuk melunasi kewajibannya karena sudah jatuh tempo 31 Juli 2016,” sambung Fajar.

“Sehingga pada 2017 dan 2018, pihaknya mengirimkan surat kembali ke Prabowo. Dia mengatakan BNI menegur kliennya untuk segera melunasi pembayaran. BNI dalam hal ini berperan sebagai rekening penampungan,” tuturnya.

Johanes menegaskan akibat hal tersebut, aset kliennya terancam dieksekusi. Hal ini jadi alasan mereka melayangkan gugatan.

“Dan terakhir Oktober ya 2018 BNI mensomasi klien kami. Oktober, November, Januari mengingatkan supaya klien kami melunasi sisa kewajiban Rp 88 M, karena sumber pembayaran yang dari Bapak Prabowo Subianto itu, itu terakhir dibayar sampai terakhir Januari 2015 dan baru Rp 88 miliar. Jadi masih ada sisa Rp 52 miliar yang belum dilunasi. Dan BNI akan mengambil sikap mengeksekusi aset klien kami,” tegasnya.(Hari)