DAERAH  

Gelar Sidak, Mugianto Perintahkan Penertiban Menara Telekomunikasi Ilegal

TRENGGALEK, NUSANTARAPOS – Komisi II DPRD Trenggalek tindaklanjuti informasi dengan melakukan inspeksi mendadak atau sidak adanya belasan menara telekomunikasi atau tower provider tak berizin.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, ada 12 menara telekomunikasi yang tidak memiliki izin dan tidak memiliki izin mendirikan bangunan.

Bahkan yang mengejutkan lagi, hasil sidak lapangan oleh Komisi II DPRD ada satu menara telekomunikasi yang tidak berizin namun telah disewakan kepada beberapa pihak provider lainnya.

“Jadi upaya sidak yang kami lakukan telah sesuai dengan peraturan dan kebijakan pemerintah daerah,” kata Mugianto Ketua Komisi II saat dikonfirmasi awak media, Kamis (10/3/2022).

Mugianto memaparkan dalam peraturan daerah sendiri ada beberapa poin yang harus ditegakkan dalam menyikapi adanya menara telekomunikasi yang tidak memiliki izin.

Penertiban menara telekomunikasi ilegal sendiri terdapat pada poin Perda sesuai perda nomor 3 tahun 2011. Bahkan terkait pengelolaan dan pendirian sendiri telah diatur dalam peraturan daerah.

“Berdasarkan perda, menara telekomunikasi tak berizin bisa mendapat sanksi pidana 3 bulan dan denda sebesar Rp 50 juta,” tegas Mugianto.

Mugianto juga menerangkan hasil sidak yang dilakukan di salah satu kecamatan kemarin menemukan permasalahan baru. Jadi ada dua menara telekomunikasi yang telah dilihat, menara tersebut bahkan tidak berizin.

Selain tidak berizin, ada yang mengejutkan bahwa menara tersebut telah digunakan untuk beberapa operator provider. Artinya, menara tersebut telah disewakan oleh pemiliknya kepada pihak provider lainnya.

“Sudah tidak punya izin, bahkan pemilik menara menyewakan lagi kepada beberapa operator provider lain,” ungkapnya.

Dari kejadian itu, Mugianto secara tegas telah menyatakan bahwa ini merupakan kebocoran yang luar biasa, pihak menara telekomunikasi ilegal telah meraup keuntungan atas penyewaan menara tersebut.

Tidak tanggung-tanggung, operator provider yang menyewa menara ilegal itu ada enam operator provider. Itu merupakan keuntungan yang luar biasa. Bahkan temuan menara telekomunikasi ilegal telah berdiri sejak tahun 2016.

“Karena secara mekanisme ada aturan sendiri, maka ini kebocoran pendapatan ini harus segera disikapi,” ungkapnya.

Adanya kebocoran ini perlu di luruskan dan diselesaikan, Mugianto juga mencontohkan jika perkiraan pendapatan sesuai Perbup terbaru yakni satu provider sekitar Rp 2,6 pertahun berapa kerugian yang ditimbulkan atas kebocoran itu.

Untuk menindaklanjuti hal ini, pihaknya akan terus melakukan pemantauan. Pihaknya juga telah meminta pihak yang berwenang atas penerbitan izin membuat surat untuk dilakukan teguran.

“Jadi surat peringatan dan teguran akan segera dilayangkan. Jika masih tidak tertib aturan, akan segera dilakukan tindaklanjut,” ungkapnya. (Rudi)