DAERAH  

Bahas LPJ, Komisi IV DPRD Ulas Masalah Pada Empat OPD di Trenggalek

Situasi Rapat Kerja Komisi IV Membahas LPJ Bupati

TRENGGALEK,NUSANTARAPOS,- Bahas rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang laporan pertanggungjawaban (LPJ) Bupati atas APBD tahun anggaran 2021, Komisi IV DPRD Trenggalek mengundang Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, RSUD dan Dinas Kesehatan.

Dalam pembahasan tersebut, Komisi IV membedah masalah yang ada dalam pelaksanaan kegiatan di tahun 2021. Seperti proses seleksi P3K guru, temuan BPK serta urgensi banyaknya silpa di tahun kemarin.

“Ada yang menarik tentang LPJ Bupati yakni disposisi dari ketua bahwa BOP dari provinsi untuk di dinas pendidikan sebagian dipakai untuk bos madin,” kata Sukarodin selaku Ketua Komisi IV usai rapat, Jum’at (15/7/2022)

Namun, dari perhitungan anggaran ternyata hanya cukup untuk kegiatan selama 6 bulan, namun pada induk masih menganggarkan satu bulan sekitar Rp 800 juta dan ditambah dari provinsi ada 7 bulan dan kurangnya dilakukan di perubahan kecuali ada tambahan lagi.

Sedangkan untuk nasib guru swasta yang ada di negeri dan sering mempertanyakan nasibnya, saat ini telah terjawab. Karena guru swasta merupakan pejuang tanpa tanda jasa dengan honor sangat rendah maka harus juga diperjuangkan.

“Kita mempertanyakan nasib mereka yang lulus PG dan tadi disampaikan oleh dinas sudah aman. Sedangkan untuk guru K2 yang masih tersisa 19 guru juga aman,” ucap Sukarodin.

Sukarodin juga menerangkan bahwa formasi rekrutmen di tahun 2022 ini masih akan merekrut 511 guru, sedangkan rekrutmen tersebut tidak mengenai nasib operator sekolat atau PTT, hasil dari klarifikasi ternyata belum ada rencana rekrutmen.

Maka Komisi IV juga mendorong dan patut untuk di renungkan dengan meminta formasi sesuai kekuatan keuangan daerahselain itu Komisi IV juga mempertanyakan selisih dana bos sebesar Rp 6 milyar, alhasil sudah tidak ada masalah, selisih tersebut bayar juga sudah dikembalikan.

“Untuk RSUD, ada kelebihan bayar untuk laundri dan gizi ternyata ada temuan BPK untuk mengembalokan sekitar Rp 202 juta, dan itu sudah ada kesanggupan bayar namun terkait pelunasan belum ada kejelasan,” terangnya.

Bahkan, untuk pemanfaatannya juga belum bisa dipakai karena belum layak, jika ingin segera dipakai masih membutuhkan anggaran Rp 250 juta, kalau kekurangan itu lengkap maka bisa dipakai. Jika melihat itu, berarti ada salah perencaaan karena kebutuhan itu belum masuk di kontrak.

“Untuk silpa yang banyak dan serapan kecil memang hampir seluruhnya berhubungan dengan wabah covid-19 karena itu juga secara nasional dan masih wajar,” ungkapnya. (Rudi)