HUKUM  

11 Ribu Dukung Polisi Cabut Status Tersangka 9 Mahasiswa Aksi Hardiknas

Jakarta, Nusantarapos – Penetapan status tersangka terhadap 9 orang mahasiswa yang melakukan aksi damai saat Hari Pendidikan Nasional (2/5) silam mendorong alumni dan mahasiswa UI lintas angkatan dan fakultas membuat petisi. Mereka meminta agar status tersangka 9 mahasiswa tersebut dicabut.

Beberapa nama, seperti Bachtiar Firdaus (alumni Fakultas Teknik UI), Ratu Febriana Erawati (alumni Fakultas Sastra UI), Berly Martawardaya (alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI), Muhammad Syaeful Mujab (Ketua BEM UI 2017), Leon A. Putra (Ketua BEM UI 2021) ikut menjadi penggagas petisi yang telah didukung oleh lebih dari 11.000 orang ini.

“Tanpa dijadikan saksi, tanpa adanya penyelidikan dan penyidikan, 9 orang mahasiswa dijadikan tersangka karena dianggap melanggar protokol kesehatan saat melakukan aksi damai Hardiknas 2021 kemarin,” tulis mereka di petisi.

Dalam konferensi pers yang dilakukan pada Selasa (25/5), Leon mengatakan bahwa para mahasiswa yang ikut aksi damai tersebut tampak melanggar protokol kesehatan karena ditekan polisi saat berusaha mengatur barisan untuk menjaga jarak.

“Setelah ditangkap, semalaman kesembilan mahasiswa ‘diamankan’ di kantor polisi, tanpa diberikan kesempatan untuk menghubungi kerabat maupun LBH. Luka-luka di tubuh karena jatuh saat sedang diintimidasi polisi juga tidak diobati,” kata Leon.

Bachtiar dalam konferensi pers menyatakan bahwa status tersangka kesembilan mahasiswa harus segera dicabut karena bukti yang tidak mencukupi. “Tidak ada kekerasan, para mahasiswa juga sedang berdialog secara damai dengan pihak Kemendikbud. Aksi juga sesuai dengan prosedur protokol kesehatan yang berlaku di masa pandemi ini,” ungkapnya.

Selain meminta agar status tersangka kesembilan mahasiswa dicabut, para alumni dan mahasiswa UI lintas angkatan dan fakultas juga meminta agar kepolisian membuat pedoman aksi penyampaian pendapat di masa pandemi yang jelas. “Seharusnya dibuat guidance seperti apa, bukannya menjadikan orang yang aksi tersangka dan membelenggu suara rakyat,” kata Ratu.

Dukungan masyarakat pun mengalir dengan cepat, dibuktikan dengan terkumpulnya hampir 12.000 tanda tangan di petisi dalam kurun waktu dua minggu. Kebanyakan para pendukung petisi setuju bahwa sebagai rakyat, hak untuk menyatakan pendapat sudah dilindungi konstitusi. Sehingga, penetapan status tersangka, terutama menggunakan alasan protokol kesehatan dan pandemi, pun dianggap terlalu berlebihan.

“Saya merasa akhir-akhir ini banyak kasus yang mengatasnamakan pandemi. Padahal demokrasi hak menyampaikan pendapat itu mau pandemi atau tidak tetap harus jalan,” kata Rohmatullah, salah seorang pendukung petisi.

Handoko Wibowo, salah seorang pendukung petisi, menyatakan dukungannya karena menganggap bahwa mahasiswa memang memiliki hak dan kewajiban untuk bersuara. “Bersuara adalah hak asasi manusia, dilindungi oleh undang-undang demokrasi. Bukan nya malah ditangkap,” tulisnya.

Sampai saat ini, status tersangka dari kesembilan mahasiswa masih belum dicabut. “Sudah selayaknya pandemi tidak jadi alasan untuk membungkam masyarakat yang ingin menyatakan pendapatnya. Dukungan 11.900 orang harus jadi sinyal bagi kepolisian bahwa masyarakat Indonesia masih peduli untuk penjaminan penyampaian pendapatan,” tutup Leon.