OPINI  

Malam 1 Suro Di Seputaran “Pathok Tanah Jawa ” Pacitan

Oleh:
Mujahid

Malam 1 Suro Pemda Pacitan melakukan kegiatan “Mlaku Suran” dari Pendopo menuju Pancer Door dipinggir laut pertanda awal bulan pertama dalam kalender Jawa. Masyarakat suku Jawa pada umumnya menganggap sebagai bulan sakral juga bertepatan dengan 1 Muharram yang merupakan Tahun Baru Islam.

Malam 1 Suro umumnya diperingati pada malam hari setelah Maghrib di hari sebelum tanggal 1 Syuro atau 1 Muharam yaitu Tahun Baru Islam, dan umat muslim di Indonesia akan melakukan banyak hal dalam memperingatinya. Mulai dari melakukan Pengajian, Kenduri, Istighotsah hingga Selamatan desa maupun dalam bentuk larungan.

Malam 1 Suro merupakan moment penting dalam budaya Jawa. Bisa juga kemungkinannya terjadi perubahan energi alam dimana pintu alam gaib terbuka lebar dan makhluk riil maupun non riil saling bersinggungan satu sama lain.

Malam 1 Suro, bagi yang lahir pada saat itu perlunya peningkatan kewaspadaan, hati- hati dan antisipasi selalu komunikasi dengan Sang Pencipta. Manusia yang lahir pada malam 1 Suro diperkirakan bisa menyerap energi dari alam untuk sebuah kekuatan. Kalau dia seorang yang pandai maka akan punya nilai lebih, begitu juga sebaliknya kalau tidak maka kerugiannya yang akan muncul.

Malam 1 Suro tidak menutup kemungkinan bagi yang lahir diluar tanggal itu akan menimbulkan keuntungan atau kerugiaan kalau tidak memyempatkan diri ihtiar dan usaha untuk bisa berdo’a malam itu menuju kebaikan. Sebisa mungkin do’a itu bisa dilakukan sambil duduk, berjalan, lebih-lebih secara ritual.

Malam 1 Suro Ritualan di seputaran Hastono Genthong (pathok tanah jawa) tepatnya di teluk Pacitan mulai ramai kembali. Sebelumnya lama berhenti dan sekarang berjalan lagi semenjak MUI dan Ikatan Paranormal Indonesia (IPI) Cab.Pacitan bernegosiasi dan clear, kebetulan saat itu ketua IPI saya sendiri.

Malam 1 Suro, pada waktu itu IPI bekerjasama dengan Pemda mengadakan “Ruwat Bumi Pacitan” dihadiri Muspida beserta ASN yang berpakaian beskab lengkap mengikuti jalanya prosesi larungan, tidak ketinggalan hadir dari kalangan Kiyai dan Alim ulama yaitu Mbah Umar Tumbu, KH.Khariri serta masyarakat tokoh, nelayan dan lainnya.

Malam 1 Suro, menyikapi itu semua kita tidak boleh gegabah justru hati-hati terutama memperlakukan alam diseputaran teluk Pacitan juga yang mana tempat-tempat larangan jangan sampai didirikan bangunan semaunya sendiri termasuk memberi nama gunung.

Malam 1 Suro, seperti adanya gunung yang diberi nama “Jogo Jagat “diseputaran teluk sehingga memunculkan versi lain yang memberi nama gunung “Kawitan” yang artinya untuk memulai sesuatu peradapan dunia. Kita berdo’a, Pacitan segera menjadi “Mercusuar Dunia”.

Malam 1 Suro, tidak serta merta kita melalaikan sejarah seperti tata kota bangunan pendopo yang konon di inisiasi oleh Sunan Kali Jaga, dimana Pendopo membelakangi gunung artinya diatas penguasa masih ada yang lebih kuasa. Sedangkan menghadap laut melambangkan ilmu penguasa hanya setetes tinta dibandingkan luas lautan.

Malam 1 Suro, Alon-alon melambangkan Kur’an dan Hadist yang maksutnya agar menjadi pedoman untuk dijalankan sehingga pohon beringin menjadi perlambang tempat berteduh. Selanjutnya sebelah kanan Alon-alon di bangun Masjid untuk beribadah.

Tidak lupa, bangunan “Paseban” diantara pendopo dan alon-alon dimaksutkan tempat berstirahat sementara dan bersuci sebelum menghadap raja. Semoga Malam 1 Suro Tahun Baru Islam 1445 Hijriah kita mendapat perlindungan dari Sang Pencipta dan seputaran teluk Pacitan dijauhkan pula dari kemaksiatan.

Publisher: Joko