DAERAH  

Mujiono Mahasiswa Polbangtan Malang Beri Edukasi Teknologi Pengeringan Gabah

Mujiono saat mendampingi warga belajar proses pengeringan gabah

TRENGGALEK, NUSANTARAPOS,- Bantu memberikan edukasi teknologi pengeringan gabah untuk memperoleh beras yang berkualitas baik, Mujiono mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Malang selaku petugas penyuluh lapangan (PPL) di Desa Masaran bekerjasama dengan kelompok tani ngudi bugo.

Menurutnya, saat ini masih banyak petani yang mengeringkan gabah secara manual, sehingga sangat tergantung cuaca. Bahkan dalam kondisi cuaca yang masih basah pada musim hujan ini tentu akan menghambat produktivitas yang bisa berakibat penyerapan beras tidak maksimal.

“Kami ingin membantu masyarakat untuk lebih mengenal teknologi yang dapat bermanfaat bagi sektor pertanian terutama pengeringan gabah,” kata Mujiono, Kamis (10/8/2023).

Dalam hal itu, Mujiono menerangkan bahwa gabah adalah bulir dari tanaman padi yang sudah dipisahkan dari tangkainya dan masih memiliki kulit atau sekam. Gabah tersusun dari 15-30 persen kulit luar (sekam), 4-5 persen kulit ari, 12-14 persen katul, 65-67 persen endosperm dan 2-3 persen lembaga.

Kulit padi sendiri terdiri atas hull yang merupakan kulit bagian terluar dan bran (bekatul) yang merupakan kulit bagian dalam atau selaput biji. Gabah setelah di panen dari tanaman padi memiliki beberapa tahapan proses sebelum menjadi beras seperti penggeringan dan penggilingan.

“Maka untuk pengeringan, itu merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk diolah atau digiling,” ungkapnya.

Atau dijelaskan Mujiono, juga aman  untuk  disimpan dalam waktu yang lama. Maka dengan menghitung kehilangan hasil akibat ketidak tepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai 2,13 persen. Kadar air gabah yang baru dipanen berkisar antara 20 – 25 persen.

Sehingga perlu diturunkan kadar airnya dengan cara pengeringan sampai gabah mencapai kadar air maksimum 14 persen. Pengeringan gabah umumnya dilakukan dengan memanfaatkan panas sinar matahari, tetapi jika panen terjadi musim hujan disarankan menggunakan alat pengering buatan seperti mesin pengering (drayer) atau silo pengering.

“Untuk teknologi pengeringan gabah menggunakan udara panas sebagai sumber pengering gabah. Teknologi ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengeringan gabah secara manual,” jelasnya.

Apalagi kelebihan teknologi ini adalah proses pengeringan tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca, sehingga dapat dilaksanakan kapan saja. Selain itu juga dapat membantu petani yang tidak memiliki tempat untuk menjemur, sehingga teknologi ini dapat dijadikan sebagai solusi alternatif pengeringan gabah.

Sedangkan bagian dari pengering gabah sendiri membutuhkan ruangan atau tempat gabah dengan ukuran lebar 3 m, panjang 4.5 m dan tinggi 110 cm. Blower atau kipas berdiameter 70 cm, motor penggerak atau diesel. Juga tungku tempat pembakaran kayu (sebagai sumber panas)

“Serta thermometer sebagai alat pengukur suhu, dimana suhu juga harus di atur agar mendapat hasil maksimal,” terang Mujiono.

Diimbuhkan Mujiono, untuk spesifikasi bangunan pengering gabah sendiri perlu menggunakan konstruksi besi chanal U sebagai penyangga dan plat besi sebagai alas dengan lubang 2 – 2.5 mm. Tinggi penyangga alas 40 cm dengan jarak 40 cm diatas alas setinggi 70 cm sebagai tempat gabah untuk ketebalan gabah 60 cm.

Selanjutnya blower atau kipas dipasang dibagian ujung dekat tungku pembakaran dan diletakkan dibawah alas lantai gabah dengan motor listrik atau diesel sebagai penggerak. Tungku sebagai tempat pembakaran kayu untuk sumber panas memiliki ukuran tinggi 2 m dan dibagi menjadi 3 bagian.

“Bagian dasar setinggi 50 cm sebagai tempat sisa pembakaran atau abu. Bagian tengah setinggi 50 cm sebagai tempat pembakaran kayu,” Mujiono mencontohkan.

Sedangkan bagian atas setinggi 100 cm sebagai tempat pengambilan panas yang disedot oleh blower yang kemudian dihembuskan ke bagian bawah gabah. Selanjutnya untuk mekanisme cara kerja letakkan gabah seberat 4 ton diatas lantai plat yang berlubang 2 – 2,5 mm dengan ketinggian 60 cm secara merata.

Lalu memasukkan kayu bakar kedalam tungku atau tempat pembakaran kemudian dibakar. Menyalakan motor penggerak untuk menghidupkan blower supaya menyedot udara panas dan dihembuskan ke bagian lantai. Proses pengeringan menggunakan suhu 40- 45 derajat celcius dengan lama waktu pengeringan selama 9 – 10 jam.

“Setelah gabah kering, matikan api dan motor penggerak, dan gabah siap diproses untuk penggilingan maupun disimpan di gudang,” pungkasnya.

Wartawan: Rudi
Publisher: Joko